LAPORAN SEMESTER
PRAKTIKUM
PRODUKSI TERNAK PERAH
ANATOMI
SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA, PEMERIKSAAN KESEGARAN, KOMPOSISI DAN PALSUAN
AIR SUSU
OLEH
:
MANSUR
SITUMORANG
E10014085
B

FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan
HidayahNya penulis dapat menyelesaikan
laporan Produksi Ternak Perah ini dengan tepat waktu.. Laporan ini penulis susun sebagai wujud realisasi
dari hasil pengamatan yang telah penulis lakukan sebelumnya dan juga sebagai
bahan pelengkap persyaratan yang menunjang mata kuliah laporan Produksi Ternak Perah. Laparan ini
penulis susun khususnya untuk lingkup Fakultas Peternakan Unja, akan tetapi
tidak menutup untuk keperluan atau lingkup yang lebih luas.
Penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi
maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berusaha dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik. Penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan laporan penulis selanjutnya. Semoga laporan
ini bisa bermanfaat bagi kita semua, amin.
Jambi,
Desember 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR.................................................................................
i
DAFTAR
ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR
GAMBAR ................................................................................. iii
DAFTAR
TABEL ...................................................................................... iv
DAFTAR
LAMPIRAN .............................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang .......................................................................... 1
1.2
Tujuan dan Manfaat .................................................................. 2
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
BAB III MATERI DAN METODA .......................................................... 11
3.1 Waktu dan
tempat ..................................................................... 11
3.2 Materi ........................................................................................ 11
3.3
Metoda ...................................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 17
4.1 Anatomi
sistem pencernaan ....................................................... 17
4.2 Pemeriksaan kesegaran air susu..................................................
26
4.3 Pemeriksaan
komposisi air susu ................................................ 31
4.4 Pemeriksaan palsuan air
susu......................................................
40
BAB
V PENUTUP......................................................................................
44
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 44
5.2 Saran...........................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 45
LAMPIRAN ............................................................................................... 48
DAFTAR
DAFTAR
Halaman
Gambar 1 Anatomi Pencernaan Kambing (ruminansia kecil) ....................... 19
Gambar 2 Rumen .......................................................................................... 22
Gambar 3 Rutikulum. .................................................................................. 23
Gambar 4. Omasum ...................................................................................... 24
Gambar 5 Abomasum.................................................................................... 25
Gambar 6. Uji kekentalan air susu................................................................. 28
Gambar 7. Proses penyaringan susu .............................................................. 29
Gambar 8. Uji Reduktase dengan biru metilen ............................................. 30
Gambar 9. Laktodensimeter.......................................................................... 32
Gambar 10. Pengukuran suhu dan skala laktodensimeter............................. 33
Gambar 11.
Butyrometer.............................................................................. 36
DAFTAR
TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan kesegaran air susu kelompok 5.......................... 27
Tabel 2. Perbandingan hasil pemeriksaan kesegaran air susu ........................ 31
Tabel 3. Pengukuran Berat jenis ................................................................... 33
Tabel 4. Hasil
Pengukuran Bahan Kering .................................................... 34
Tabel 5. Hasil praktikum Mikrobiologi susu................................................. 39
Tabel 6. Hasil
pengamatan pemeriksaan palsuan air susu ............................. 40
Tabel 7. Hasil Pembuktian Penambahan Santan .......................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Dokumentasi.............................................................................. 48
Lampiran 2
Perhitungan ............................................................................... 49
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruminansia
merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordoArtiodactyla disebut
juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang
artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan hewan memamah biak. Sistem pencernaan (tractus digestivus)
ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari
mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan, menggiling, mencerna
dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang berbentuk padat. Sistem
pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa
yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi,
membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme. Ternak ruminansia
juga ada yang dapat menghasilkan produksi susu yang lebih dari yang dapat
dikonsumsi anaknya selama masa laktasi yang dikenal dengan sebutan ternak
perah.
Ternak
perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu nelebihi
kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak perah
mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu. Sapi adalah produsen utama air susudunia yang mampu
memproduksi 91% dari produksi susu dunia. Air susu merupakan bahan makanan yang
mempunyai nilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh
manusia. Air susu merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak
ditambahkan sesuatu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Kesegaran
susu adalah uji sensorik/uji organoleptik, Uji kebersihan dengan metode Saring,
uji alkohol, dan uji didih/masak serta uji reduktase dengan biru metilen.
Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan
tentang perikehidupan makhluk-makhluk kecil yang hanya kelihatan dengan
mikroskop makhluk-makhluk kecil itu disebut dengan mikroorganisme, mikroba,
protista atau jasad renik. Peran mikroorganisme didalam kehidupan ternak dan
manusia ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu nutrient, tersedianya air, pengaruh
suhu, pengaruh konsentrasi ion Hidrogen (pH), dan pengaruh oksigen.
Pemalsuan
pada susu yang sangat mudah dijumpai adalah dengan menambahkan susu dengan air.
Hal ini akan menambah volum dari susu
tersebut dan susu akan dihargai dengan sedikit lebih mahal. Selain penambahan
air, peningkatan volum susu juga dapat
dilakukan dengan penambahan air tajin, susu kaleng, santan , bahkan soda kue.
Pemalsuan dengan menggunakan susu kaleng emmiliki kelebihan diantaranya bau
yang harum susu serta warna yang relatif tidak jauh berbeda dengan susu asli.
Selain untuk menambahkan volum, pemalsuan juga digunakan untuk mempertahankan
sifat susu. Pemalsuan seperti ini dilakukan dengan penambahan larutan formalin
ke dalam susu.
Didalam
susu mentah banyak sekali terdapat enzim-enzim seperti enzim periksodase yang
bisa terurai dengan dilakukan pemanasan pada suhu diatas 750C dapat
membebaskan oksigen dari larutan peroksida yang ditambahkan kedalam susu,
oksigen yang terdapat dalam susu ini akan bersenyawa dengan zat pemulas
sehingga menyebabkan warnanya menjadi berubah.
Santan
seringkali memberikan beberapa masalah khusus bagi para ahli teknologi pangan,
karena santan tidak dapat disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana
dilakukan terhadap produk lain. Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi
(penggumpalan) jika dipanaskan di atas suhu 80°C, dan aroma (flavor) kelapa
yang harum sebagian besar akan hilang. Oleh karena itu, untuk pengawetan jangka
panjang santan perlu distabilkan dengan penambahan emulsifier dan stabilizer
yang sesuai diikuti dengan homogenisasi untuk mereduksi ukuran globula lemak.
Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat
menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri pathogen yang mudah tercemar
kapan dan dimana saja sepanjang penangannya tidak memperhatikan kebersihan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan
praktikum produksi ternak perah adalah bahwa mahasiswa lebih mengerti dan
memahami tentang bagai mana anattomi sistem pencernaan kambing, tekstur ataupun keamanan susu yang layak konsumsi
dengan berbagai cara seperti mengetahui warna, bau, rasa dan konsistensi dengan
menggunakan panca indra; untuk melihat kotoran yang terdapat didalam susu yang
tidak terlihat oleh mata, untuk mengetahui ph susu, untuk mengetahui uji
daripada reduktase dengan metilen.
Mampu menjelaskan dan mengetahui
bagaimana cara pengukuran zat makanan yang terkandung pada susu, untuk
mengetahui jumlah pertumbuhan mikroba pada susu yang sudah dicampur dengan
beberapa pelarut, dengan menggunakan metode tuang, metode sebar, dan metode
gores yang dilihat dibawah mikroskop, dan mengetahui qualitas dari pada susu,
serta diharapkan agar praktikan mengetahui susu yang baik/ yang bagus dan yang
layak untuk dikonsumsi bagi masyarakat. Mampu menjelaskan bagaimana
cara memeriksa kualitas susu dan
mengetahui kemurnian susu yang baik serta memahami apa yang yang terjadi
apabila susu tersebut mengalami pemalsuan seperti penambahan air pada susu,
penambahan santan pada susu, penambahan pati pada susu, penambahan susu masak
dan penambahan formalin pada susu serta mengetahui bagaimana cara kerja dari
percobaan yang dilakukan dan mengetahui hasil akhirnya.
Manfaat
yang dapat kita peroleh dari praktikum ini adalah dengan adanya hasil dari
praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat digunakan sebagi titik acuan dan
bahan perbandingan didalam menjawab segala permasalahan tentang ternak perah
tersebut, dan juga sebagai masukan bagi kita semua di dalam mata kuliah
Produksi Ternak Perah, dan menjadi syarat di dalam memenuhi tugas praktikum dan
mata kuliah Produksi Ternak Perah. Serta dari praktikum ini kita dapat
mengetahui bagaimana anatomi system pencernaan ternak ruminansia dan apa saja
fungsi dari setiap bagiannya, mengetahui cara pemeriksaan kesegaran susu,
komposisi susu, moikrobiologi susu, dan pemalsuan susu. Tentunya banyak sekali
hal bermanfaat yang dapat diperoleh selama melaksanakan praktikum ini.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Menurut Anonim (2000), penambahan air pada susu
merupakan cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada
kasus pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke
dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 (SNI 01-3141-1998),
maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan air. Susu yang dipalsukan dengan
air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada susu.
Menurut Anonimus
(2004), produk susu dinyatakan rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi
apabila dalam susu tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi
asam, busuk, tidak segar dan susu menggumpal atau memisah. Untuk produk susu
cair, perubahan warna biasanya menunjukkan indikasi awal kerusakan produk,
yaitu adanya pertumbuhan bakteri dan peningkatan asam. Produk seperti ini
sebaiknya tidak dikonsumsi .
Menurut Arora
(2005),
lambung sapi sangat besar, yakni
¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan
makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada
lambung juga terjadi pembusukan dan peragian.
Menurut
Bali
(2011), mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non
protein nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi
dalam rumen, generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran
pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang
memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas tinggi.
Menurut Bastianelli
dan Bas (2002), keamanan pangan asal ternak juga berkaitan dengan kualitas
pakan yang diberikan pada ternak.
Menurut Bearkley
(2000), apabila susu makin encer maka Laktodesimeter akan lebih dalam
masuknya ke dalam susu dengan demikian berat jenis susu menjadi turun atau
lebih rendah dari pada standar.
Menurut
Biologigonz (2010), retikulum
membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam mulut. Ingesta yang telah halus
didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme
yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi.
Menurut
Blakely (2001), proses pencernaan fermentative ini tidak lepas
dari peranan mikroba rumen. Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat, protein,
dan lemak menjadi asam lemak atsiri VFA (Volaltyl Fatty Acid),
NH3 (amonia), gas karbondioksida (CO2) dan gas methan (CH4). Amonia
digunakan untuk membangun sel mikroba, VFA (Volatyl Fatty Acid)
akan diserap langsung dalam rumen dan retrikulum untuk dimanfaatkan oleh
ternak sebagai sumber energy, gas methan dan oksigen dikeluarkan melalui
proses eruktasi .
Menurut
Blakely (2001), abomasum merupakan
bagian keempat yang disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak
ruminansia dapat memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi serta mampu
mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis tinggi.
Menurut
Blakely (2001), ternak kambing
berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati yaitu
abomasum dan lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu
reticulum, rumen, dan omasum.
Menurut
Brody (2002), dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati
maka dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan
tabung reaksi tersebut dipanaskan.
Menurut Buckle (2003), endapan halus pada dinding
tabung maka sampel susu tersebut asam dan hasil uji positif bahwasannya molekul
susu sudah pecah. Hal ini disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang
bersifat labil.
Menurut
Dudee (2009), walaupun memiliki caecum yang
besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat
kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni.
Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%.
Menurut Dudee (2009), hewan memamah biak
(ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan
kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah makanannya
sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut,
makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang
beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah
sampai halus.
Menurut Fardiaz (2002), waktu reduksi yaitu perubahan warna
biru menjadi putih dianggap selesai jika empat perlima bagian sampel susu telah
bewarna putih .
Menurut
Fardiaz (2003), Prinsip dari metode
hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode
agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop Metode
hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu : Metode tuang (pour plate),
Metode permukaan (surface / spread plate).
Menurut
Farmansyah (2003), metode hitungan
cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu: Hasil perhitungan tidak menunjukkan
jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin
membentuk satu koloni, Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan
niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium
padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, Memerlukan
persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Menurut Fazri (2002), warna susu segar berkisar dari
putih kebiruan sampai kuning keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah
lemak/ padatan dalam susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque).
Menurut Fendrikus (2004), pada penanaman
bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses,
untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan.
Menurut
Frandson (2002), pemeriksaan
pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati bila positif mengandung
pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila warna kuning berarti
negatif .
Menurut Gregorius
(2001), susu segar
adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari
pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna.
Menurut Gusriyanti
(2006), mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan
yang benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan
mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja. Untuk dapat
mengetahui mikroba yang terdapat didalam susu, dibutuhkan media yang steril.
Menurut Hadiwiyoto (2005), peningkatan reduksi susu
disebabkan oleh bakteri tumbuh dalam susu memerlukan oksigen dan menghasilkan
subtansi-subtansi pereduksi yang memungkinkan penurunan perbedaan
kekuatan oksidasi reduksi tersebut sampai nilainya menjadi negatif. Kecepatan
penurunanya tergantung jumlah dan macam bakteri serta dipengaruhi metabolisme
dalam sel bakteri.
Menurut Judkins dan
Keener (2006), penentuan
kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock.
Botol yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar
lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang
akan memisahkan lemak susu dan memiliki kadar lemak 3,7% menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI).
Menurut Kanisius (2001), susu dalam golongan normal, karena untuk susu
sapi berat jenisnya diatas 1,027.
Menurut Mazer,
R.T (2004), air susu yang dihasilkan melalui suatu proses
sekretarit sejati air susu awal pemerahan mengandung lemak kadar rendah. Kadar
lemak susu tersebut mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari
lemak nabati.
Menurut Melly
(2011), ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak
ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak,
Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian yang disebut cad,
keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut juga cudding.
Hewan ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki
lambung dengan beberapa ruangan.
Menurut Melly
(2011), hewan memamah biak mempunyai makanan berupa
rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak mempunyai sistem pencernaan dengan
struktur khusus yang berbeda dengan hewan karnivora dan omnivora.
Menurut Mozes
(2001), metode hitungan cawan yaitu metode tuang dan sebar
merupakan metode paling sensitive dalam menetukan jumlah mikroba karena hanya
sel yang hidup yang di hitung.
Menurut Muhammad
(2001), apabila terjadinya penambahan air pada susu akan
mengakibatkan berat jenis dan kadar lemaknya menjadi menurun sehingga mengakibatkan
kualitas susu menjadi berkurang.
Menurut Parrokasi,
A.(2003), santan memiliki kandungan lemak nabati yang tinggi
dimana bentuk dan ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi
pencampuran dari kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan
meningkat.
Menurut Partodihardjo (2003), penambahan air kedalam susu, maka berat jenis, kadar
lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati 0 (
nol ).
Menurut Rachmawan
(2001), susu
segar yang normal berasa agak manis karena mengandung laktosa dan mempunyai
aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau
susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan dengan keseimbangan rasa antara
rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar klorida
Menurut Ressang dan Nasution (2000), kerusakan air susu terjadi apabila telah
menunjukkan penyimpangan yang melebihi batas yang dapat diterima secara normal
oleh panca indera atau parameter lain yang biasanya digunakan.
Menurut Ressang dan Nasution (2004), kadar lemak air susu normal adalah
antara 3,3 – 3,9%. Ketidaknormalan dikarenakan adanya kerusakan pada lemak
susu. Hasil dari pemeriksaan
kadar lemak pada praktikum bernilai dibawah nilai standar, jadi susu segar
maupun susu simpan telah mengalami kerusakan pada lemak susu.
Menurut Sarwono
(2003), kambing merupakan binatang memamah
biak yang
berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing
liar yang secara alami tersebar di Asia
Barat Daya (daerah "bulan sabit yang subur" dan
Turki) Eropa.
Kambing liar jantan maupun betina memiliki
tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar.
Menurut Setyohadi,
dkk., (2003),
angka reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna biru
metilen menjadi putih, yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik
dengan jumlah organisme yang ada Uji reduksi dapat menunjukkan tingkat kegiatan
bakteri sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang
dapat dicerna dan tidak untuk kegunaan tertentu.
Menurut Shiddieqy (2008), secara fisiologis, susu merupakan
sekresi kelenjar ambing sebagai makanan dan proteksi imunologis (immunological
protection) bagi bayi mamalia. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983
dijelaskan, susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu
pasteurisasi, dan susu sterilisasi.
Menurut Siregar
(2000), bahwa untuk menghitung jumlah mikroba yang hidup dalam
susu dengan cara ditumbuhkan dalam media agar sehingga dapat langsung dilihat.
Menurut Soemarno
(2004), bahwa
bau/ aroma/ flavour susu segar adalah khas bau susu, karena adanya kandungan
asam volatile dan lemak dalam susu. Selain itu, kandungan laktosa yang tinggi
dan kandungan klorida yang rendah diduga menyebabkan susu berbaru seperti
garam. Penyimpangan bau susu sepeeti bau asam, bau kotoran, bau pakan, dan bau
obat – obatan dapat timbul karena penanganan yang kurang baik.
Menurut Sudono (2001), susu sapi merupakan air susu
pemerahan yang berkualitas tinggi, rasa manis dan tidak dicemaari bau, kotoran
dan obat-obatan serta warnanya putih kekuning-kuningan.
Menurut Sudono
(2005), cita rasa makanan lain yang mungkin dimakan
oleh sapi perah betina akan masuk ke dalam susu dan lemak susunya.
Menurut Suhendar dkk., (2008), kadar laktosa dalam air susu dapat
dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian laktosa atau
susu dapat menyebabkan mencret atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang
tidak tahan terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim lactase dalam
mukosa usus.
Menurut Wahyudi (2006), air susu merupakan suspensi alam antara air dan bahan terlarut
didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak didalam air susu
adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air susu.
Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega, keju,
krim, susu kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak.
Menurut Yamamoto
(2004) dan Jaser (2000), uji didih merupakan suatu uji yang mana
susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai susu tersebut mendidih kemudian
dilakukan suatu penilaian yang mana penilaian ini dilakukan dengan melihat
keadaan dari susu tersebut apakah tetap homogen atau pecah seperti
butir-butiran. Bila
terdapat butir-butiran dan susu tidak homogen berarti susu pecah (susu rusak)
dan hasil uji positif. Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik (normal)
dan uji negative.
BAB III
MATERI
DAN METODA
3.1 Waktu dan tempat
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan
setiap hari Kamis mulai tanggal 22 Oktober sampai 26 November 2015, pada pukul
15.00 WIB s/d selesai di Laboratorium Gedung C Fakultas Peternakan Universitas
Jambi.
3.2 Materi
Adapun alat-alat yang digunakan pada
praktikum Anatomi alat pencernaan, Pemeriksaan Kesegaran Susu, Pemeriksaan
Komposisi Susu, Pemeriksaan Mikrobiologi Susu, dan Pemeriksaan Pemalsuan Susu
ialah Cutter 2 buah, Terpal berukuran 1 x 1 m, ember, sarung tangan, Tabung Reaksi, Penjepit Tabung Reaksi, Gelas Becker,
Pipet 10 ml, Pembakar Bunsen, Botol 100 ml, Kertas Saring, Corong, Tabung
Erlemeyer, pH meter digital, Tabung Reduktase, Penangas Air, dan Pipet ( 1 ml
dan 25 ml ), yaitu Laktodesimeter, Termometer, Gelas Ukur ( 100 ml dan 250 ml
), Labu Erlemeyer ( 250 ml dan 500 ml) Timbangan Analitik skala 0,1 mg, Oven
temperatur 102o C, Eksikator, Cawan Gelas dengan penutup
diameter 5 cm, Butyrometer, Pipet Otomat ( 1 ml ± 0,05 ml dan 10 ml ), Pipet
khusus susu 10,75 ml, Sentrifus, Gelas Becker, Buret, Media PCA ( Plate
Count Agar ), Botol 150 ml atau tabung Reaksi 20-50 ml steril, Pipet
Steril ( 1 ml, 5 ml, 10 ml, dan 11 ml ), Penyedot Pipet, Cawan Petri Steril,
dan Inkubator.
3.3 Metoda
a. Anatomi
alat pencernaan
Adapun
metoda dalam praktikum Anatomi Saluran Pencernaan yaitu praktikan
diminta untuk mendengarkan dan memperhatikan asdos menjelaskan
bagian-bagian dari saluran pencernaan serta fungsinya, kemudian praktikan
diminta untuk menjelaskan kembali apa yang telah disampaikan asdos dan diberi
beberapa pertanyaan secara lisan.
b. Pemeriksaan
Kesegaran Susu
Adapun cara yang
digunakan pada pemeriksaan kesegaran susu ini yaitu pada Uji Sensorik atau uji Organoleptik yaitu
terlebih dahulu masukkan 5-10 ml sample susu kedalam tabung
reaksi. Amatilah warna susu tersebut : bila warna putih susu berarti
susu tersebut normal (baik), bila berwarna biru berarti susu tersebut dicampur
dengan air, bila berwarna kuning berarti susu tersebut banyak mengandung
karoten, bila berwarna merah berarti pada susu tersebut terdapat darah.
Mengamati
bau dari susu dengan cara yaitu terlebih dahulu sample susu diambil dengan
alat pengambil sample dan dimasukkan kedalam botol ukuran 100 ml dan
diisi ¼ – 1/3 penuh.
Tutup botol tersebut dengan sumbat yang tidak berbau. Simpan dalam suhu rendah.
Sebelum diuji masukkan botol tersebut dalam penangas air (35-400C)
atau pembakar Bunsen sampai hangat. Sambil mengangkat tutup botol, uji bau
dapat dilakukan. Bedakan bau susu sebelum dipanaskan dengan susu yang sudah
dipanaskan. Pada Uji Kekentalan yaitu terlebih dahulu dilakukan
dengan memiringkan tabung reaksi, kemudian ditegakkan kembali. Perhatikan susu
yang membasahi dinding tabung. Menguji Rasa dari susu : dengan cara meneteskan susu
ketelapak tangan dan dicicipi. Bila agak manis berarti
susu tersebut normal (baik). Bila pahit berarti sudah terjadi pembentukan
peptone. Bila rasa sabun berarti terkena mastitis. Bila rasa lobak berarti
terkena kuman coli. Bila rasa pahit dan asin berarti kolostrum.
Pada pengukuran pH
dengan pHmeter air susu diberkan dua perlakuan. Pertama, 100 ml
susu + 2 tetes alcohol 68%, dan yang kedua 50 ml susu + 50 ml air setelah
dicampur secara omogeny, kemudian Ph susu diukur menggunakan pHmeter digital.
Pada Uji Kebersihan dengan Metoda Saring terlebih
dahulu homogenkan 500 ml sample susu. Tuangkan sample susu secara perlahan –
lahan melalui dinding corong, pada mulut corong telah terpasang kertas
saring. Susu ditampung dalam tabung Erlenmeyer. Setelah
kertas saring dilepaskan, amati kotoran yang tertinggal dikertas saring
tersebut. Kotoran dapat berupa bulu, potongan rambut, pasir, feces dan
lain-lain. Untuk lebih jelas, masukkan kertas saring dalam incubator atau
lemariagar kering. Periksalah kotoran yang tampak pada kertas saring dan
nilailah banyaknya kotoran dan jenis kotoran yang tampak.
Pada Uji
Alcohol yaitu terlebih dahulu masing-masing Tabung reaksi diisi 3
ml air susu, pada tabung 1 ditambahkan 3 ml alcohol 68 %,tabung 2 ditambahkan
70 %, tabung 3 ditambahkan 3 ml alcohol 75 %, tabung 4 ditambahkan 3 ml 96 %.
Masing-masing tabung dikocok dan diamati. Bila susu pecah maka susu tersebut
asam dan hasil uji positif. Sedangkan bila susu tidak pecah dan tetap omogeny,
hasil uji dinyatakan negative dan susu normal (baik).
Pada Uji
Didih / Uji Masak yaitu terlebih dahulu masukkan 5 ml susu kedalam
tabung reaksi dan panaskan sampai mendidih, bila terdapat butiran dan susu
tidak omogeny berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif, bila susu
tetap omogeny berarti susu masih baik dan hasil uji negative.
Pada Uji Reduktase
dengan Biru Metilen yaitu terlebih dahulu masukkan 1 ml larutan
biru metilen kedalam tabung reduktase, tambahkan sample susu sampai batas
lingkaran. Tutup tabung tersebut dengan sumbat, lalu campurkan sehingga warna
biru merata. Masukkan tabung kedalam penangas air selama 4-4,5 jam,penangas air
selama 5 menit untuk menghangatkan, kemudian dimasukkan kedalam incubator.
Reaksi ditunggu sampai seluruh warna biru hilang.
c. Pemeriksaan
Komposisi Susu
Adapun
cara kerja yang dilakukan pada pengukuran
Berat Jenis yaitu terlebih dahulu sample susu dihomogenkan
dengan cara memindahkan dari satu erlemeyer ke erlemeyer yang lain
berulang-ulang. Secara hati-hati sample susu dituangkan kedalam gelas ukur
melalui dindingnya agar tidak berbentuk buih. Laktodensimeter dicelupkan
kedalam sample susu secara perlahan-lahan, biarkan timbul dan tunggu sampai
laktodensimeter berhenti bergerak selama 1 menit. Baca skala yang tertera.
Setelah pembacaan selesai, catat suhu temperature laktodensimeter dan ukur suhu
sample susu dengan thermometer. Ulangi sebanyak 2-3 kali. Angka yang diperoleh di rata-ratakan. Skala yang
dibaca pada laktodensimeter menunjukkan decimal 2 dan 3. Decimal ke-4
dikira-kirakan. Contoh : skala 27 berart BJ = 1,0270, skala 2,35 berarti BJ =
1,0235. Suhu sampel susu harus diantara 20-30˚C, kemudian disesuaikan dengan
susu 27,5˚C.
Keterangan :
a : suhu susu terukur
b : suhu tera
laktodensimeter
0.0002 : koefisien muai susu
Pada pengukuran Kadar Bahan
Kering yaitu terlebih dahulu keringkan cawan dan tutpnya dalam
oven selama 10 menit. Setelah itu, masukkan cawan kedalam eksikator sampai
suhunya sama dengan susu kamar. Timbang cawan beserta tutupnya. Masukkan 3 ml
sample susu kedalam cawan. Timbang kembali cawan yang berisi sample beserta
tututpnya. Masukkan cawan kedalam oven dan letakkan tutup cawan disampimg
cawan. Biarkan selama 1 jam, setelah itu keluarkan dari oven dam masukkan cawan
yang telah ditutup kembali eksikator. Setelah cawan dingin,timbanglah cawan
beserta tutupnya. Masukkan kembali cawan kedalam oven, keringkan selama 1 jam,
setelah itu masukkan kembali kedalam eksikator sampai dingin.timbang kembali
cawan tersebut. Lakukan prosedur sampai tercapai berat konstan.
Keterangan :
G1 : berat
cawan dan tutupnya
G2 : berat
cawan, tutup dan sampelnya
G3 : berat
cawan, tutupnya, dan bahan kering.
Beda
pengukuran ulang susu adalah 0.05%
Pada pengukuran Kadar Lemak dengan Metode Gerber yaitu
terlebih dahulu masukkan 10 ml H2SO4 pekat kedalam
butyrometer. Melalui dinding butryrometer, masukkan 10,75 ml sample susu secara
hati-hati dan 1 ml amil alcohol. Butyrometer disumbat sampai rapat,kemudian
dikocok dengan arah angka delapan selama 3-5 menit agar bagian-bagian didalamnya
tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan, masukkan
butyrometer kedalam sentrifus dan pasang sentrifus pada 1200 rpm selama 5
menit. Kemudian masukkan butyrometer didalam penangas air adalah bagian yang
ada sumbatnya dibawah dan bagian yang ada skalanya diatas. Baca skala yang
tertera pada butyrometer.
Pada pengukuran Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), persentase
BKTL dapat dihitung menggunakan rumus Herz-Henkel, yaitu:
atau
BKTL% = BK -KL
Keterangan:
BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak
KL =
Kadar Lemak
Ld20 = Skala
Laktodensimeter pada 20˚C
0,48 =
Konstanta jika Berat Jenis diukur pada suhu 20˚C. Jika Berat Jenis diukur pada
sampel yang dipanaskan 40˚C, maka konstanta yang digunakan 0,63.
Pada pengukuran
Kadar Protein Metode Titrasi Formol yaitu terlebih
dahulu masukkan 10 ml susu kedalam erlemeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml aquades
serta 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh dan 1 ml phenolphtalin 2% lalu
diamkan selama 2 menit. Kemudian titrasi campuran tersebut dengan NaOH 0,1 N
sampai mencapai warna standar atau warna merah muda. Warna standar: 10 ml susu
+ 10 ml aquades + 0,4 ml kalium oksalat jenuh + 1 tetes indicator rosanilin
klorida. Setelah warna tercapai tambahkan 2 ml larutan formalin dan titrasi
kembali dengan NaOH sampai warna standar tercapai lagi. Buatlah titrasi blanko
yang terdiri dari 20 ml aquades + 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh + 1 ml
indicator phenolpthalin + 2 ml larutan formalin dan titrasi dengan larutan
NaOH.
d. Pemeriksaan
Mikrobiologi Susu
Adapun
cara kerja pada perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan metoda
hitung cawan salah satunya Pada metode tuang yaitu terlebih
dahulu beri label pada botol atau tabung reaksi yang berisi larutan pengencar
dan cawan Petri. Lakukan pengenceran sample secara omogen. Ambil sample 0,1 ml
dan masukkan kedalam cawan Petri. Tuangkan media agar cair sebanyak 12-15 ml
untuk setiap cawan Petri. Selama penuangan media tutup cawan tidak boleh dibuka
terlalu lebar. Setelah penungan media agar cair, goyangkan cawan membentuk
angka 8 diatas meja untuk menyebarkan sel mikroba. Biarkan sampai media agar
memadat. Setelah agar memadat,masukkan cawan Petri kedalam incubator dengan
posisi terbalik selama 24-36 jam pada suhu 30-320C. hitung jumlah
koloni yang terdapat pada agar dan laporkan sebagai jumlah koloni per ml.
Pada metode
sebar / permukaan yaitu terlebih dahulu tuangkan 15 ml agar cair kedalam
cawan Petri dan biarkan memadat. Pipet sample yang sudah diencerkan 0,1 ml dan
tuangkan diatas agar yang sudah memadat. Sebarkan larutan sample keseluruh
permukaan adar dengan menggunakan ose bengkok. Biarkan sampel homogeny selama
15 menit, kemudian cawan Petri dibalik dan diikubasi selama 24-48 jam pada suhu
30-320C. lakukan perhitungan koloni yang terdapat dalam agar.
Koloni
per ml
= Jumlah koloni x 
e. Pemeriksaan
Pemalsuan Susu
Adapun
cara kerja pada pembuktian
Penambahan air kedalam susu dilakukan melalui pengukuran berat
jenis.berat jenis normal susu berkisar antara 1,0280-1,032, dengan penambahan
air atau whey, maka berat jenis akan turun.
Pada pembuktian Penambahan Santan secara
Mikroskopik : bersihkan sebuah gelas objek. Teteskan
1 tetes susu dan tutup dengan gelas penutup, hindari terbentuknya
gelembung udara. Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obkektif 10x45x,
tampak butir-butir lemak susu omogeny, sedangkan butir-butir lemak nabati lebih
besar dari butir lemak susu.
Pada pembuktian Penambahan Pati :
masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung reaksi,tambahkan 0,5 ml asam acetate.
Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring. Kedalam filtrate teteska 4
tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka warna feltrate menjadi biru.
Bila bewrna kuning artinya negative,apabila warna hijau reaksi diragukan.
BAB III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Anatomi Sistem Pencernaan
Ruminansia
merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordoArtiodactyla disebut
juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang
artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan hewan memamah biak.
Kambing merupakan binatang memamah
biak yang berukuran
sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing liar yang secara
alami tersebar di Asia
Barat Daya (daerah
"Bulan sabit yang subur" dan Turki) dan Eropa.
Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk
pada kambing jantan lebih besar. Umumnya, kambing mempunyai janggut, dahi cembung, ekor agak ke atas, dan kebanyakan berambut lurus dan kasar.
Sistem
pencernaan (tractus digestivus) ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo
membranosa yang terentang dari mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan
makanan, menggiling, mencerna dan menyerap makanan serta mengeluarkan
buangannya yang berbentuk padat. Sistem pencernaan mengubah zat-zat hara yang
terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana hingga dapat
diserap dan digunakan sebagai energi, membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan
metabolisme. Pencernaan merupakan rangkaian proses yang terjadi dalam saluran
pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan.
Dudee (2009), menyatakan hewan memamah biak (ruminansia) adalah
hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan kambing. Disebut hewan
memamah biak karena memamah atau mengunyah makanannya sebanyak dua
fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut, makanan tersebut
tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang beberapa waktu makanan
tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus.
Menurut
Melly (2011), ternak terdapat beberapa
jenis, diantaranya ternak ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi
pada hewan pemamah biak, Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian
yang disebut cad, keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua
kalinya disebut juga cudding. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan
hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan.
Melly (2011), mengatakan bahwa hewan memamah
biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak
mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda dengan hewan
karnivora dan omnivora. Kambing merupakan binatang memamah
biak yang
berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing
liar yang secara alami tersebar di Asia
Barat Daya (daerah "bulan sabit yang subur" dan
Turki) Eropa.
Kambing liar jantan maupun betina memiliki
tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar (Sarwono, 2003).
Ternak
kambing berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati
yaitu abomasum dan lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga ruangan
yaitu reticulum, rumen, dan omasum ( Blakely, 2001). Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan
bahwa saluran pencernaan
ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral),
kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars glandularis), yang terdiri
dari rumen, retikulum, dan
omasum; ventrikulus (pars
muscularis) yakni abomasum,
usus halus (intestinum tenue),
usus besar (intestinum crassum),
sekum (coecum), kolon, dan
anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung
mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dikunyah
kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan dan
peragian (Arora, 2005).
Sebagian besar bahan pakan mengandung
campuran nutrient yang terdiri atas protein, lemak, karbohidrat, mineral,
vitamin dan air. Zat–zat gizi organik ini terdapat dalam bentuk yang tidak
larut sehingga harus dipecah menjadi senyawa–senyawa kecil sebelum mereka dapat
masuk melalui dinding saluran pencernaan untuk kemudian diedarkan kedalam darah
atau saluran limfe. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan
pakan di dalam alat pencernaan, proses pencernaan ternak ruminansia dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu pencernaan mekanik, hidrolik dan fermentative. Proses pencernaan fermentative inilah
yang merupakan proses khas yang terjadi dalam saluran pencernaan ruminansia
yang membedakannya dengan proses pencernaan pada non ruminansia.

Gambar 1.
Anatomi Pencernaan Kambing (ruminansia kecil)
Pencernaan
adalah proses perubahan senyawa–senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama
sekali berbeda dengan molekul zat makanannya. Proses pencernaan berupa
fermentasi yang terjadi sebelum usus halus pada ternak ruminansia mendatangkan
keuntungan dan kerugian Keuntungan yang diperoleh dengan terjadinya fermentasi
sebelum usus halus antara lain produk fermentasi mudah diserap usus, dapat
mencerna selulosa dan dapat menggunakan non–protein nitrogen seperti
urea. Kerugian yang dialami antara lain banyak energi yang terbuang sebagai gas
methan dan panas, protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi
NH3 (amonia) sehingga terjadi penurunan nilai protein, ternak
ruminansia peka terhadap ketosis atau keracunan asam.
Proses
pencernaan fermentative ini tidak lepas dari peranan mikroba rumen. Mikroba
rumen akan mencerna karbohidrat, protein, dan lemak menjadi asam lemak atsiri
VFA (Volaltyl Fatty Acid), NH3 (amonia), gas karbondioksida
(CO2) dan gas methan (CH4). Amonia digunakan untuk membangun sel mikroba, VFA (Volatyl
Fatty Acid) akan diserap langsung dalam rumen dan retrikulum untuk
dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energy, gas methan dan oksigen
dikeluarkan melalui proses eruktasi ( Blakely,2001 ).
Berikut
gambaran proses pencernaan baik kimiawi maupun mekanis dan bagaimana ternak
memanfaatkan bahan makanan berserat kasar tinggi, perlu diketahui dahulu sistem
pencernaan serta fungsi bagian-bagian dari alat pencernaan tersebut, khususnya
rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
a. Mulut
Pengambilan
pakan oleh mulut dan lidah disebut
prehensi. Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar
dilanjutkan oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam
mulut terdapat saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh
kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral.
Komposisi
dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar
tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva
penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium,
potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya).
Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim
amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin C,
beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron
dan kortisol. Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2. Saliva
juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi rata-rata
9,4 dan 0,32 mg%.
Fungsi saliva:
a. membantu penelanan
b. buffer (ph 8,4 – 8,5)
c. suplai nutrien mikroba
(70% urea)
b. Esophagus
Esophagus merupakan saluran yang
menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus
setelah mulut terdapat daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep,
yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan).
Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat
berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan
dapat berjalan menuju lambung. Makanan tersebut melewati esophagus kira-kira
7-8 detik. Proses penelanan pertama kali
disebut degluitasi dan penelanan ke 2 disebut redegluitasi.
c. Rumen
Bagian
sistem pancernaan ruminansia yang paling berperan besar adalah rumen. Rumen
berupa suatu kantung muskular yang besar yang terentang dari diafragma menuju
pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal. Di dalam rumen
terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat
dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Kehadiran fungi
di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia
membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh
menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh
enzim bakteri rumen.
Bakteri
rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena
sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Kebalikannya protozoa
diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan
penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri adalah: (a) bakteri pencerna
selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus
albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa
(Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c)
bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis,
Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii,
Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium
sporogenus, Bacillus licheniformis).
Protozoa
rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichs yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan
mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang
mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit
dicerna.
Jumlah
bakteri rumen mencapai 1010-11. Jumlah protozoa
mencapai 105-6. Fungi berjumlah 102-3. Di rumen
terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim
selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Isi
rumen dan retikulum cenderung membentuk tiga lapisan. Lapisan yang paling bawah
(paling ventral) terdiri terutama dari cairan yang berisi bahan-bahan yang
setengah tercerna, termasuk biji-bijian. Lapis tengah adalah partikel -
partikel makanan paling akhir masuk ke dalam rumen dan belum tercelup
sepenuhnya. Lapis yang paling dorsal terutama terdiri dari gas karbondioksida
dan metan, yang diproduksi terus menerus oleh mikroba.
Kapasitas
rumen pada ternak ruminansia dewasa mencapai 80% dari total kapasitas perut
ruminansia, sedangkan pada ternak ruminansia baru lahir perkembangan rumen
belum sempurna kapasitasnya sekitar 30%. Oleh sebab itu pada anak ternak
ruminansia yang baru lahir belum diberikan pakan yang berserat karena masih
belum ada pencernaan fermentatif dan mikroba rumen belum tumbuh.
Pencernaan
pada ternak ruminansia yang baru lahir hanya berupa pencernaan enzimatik. Namun
setelah ternak tersebut berumur dua bulan ukuran rumen sudah baik dan mikroba
rumen sudah dalam jumlah yang cukup untuk mencerna bahan berserat. Mikroba pada rumen merupakan mikroba yang
berasal dari susu yang diberikan induk saat masa menyusui maupun mikroba yang
berasal dari bahan lain.
Gambar 2.
Rumen
Jumlah
mikroba rumen terbesar adalah bakteri. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas buffer,
tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi cairan
rumen. Adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan
ruminansia dapat mencerna bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi.
Menurut (Bali, 2011), Mikroba dalam
rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non protein nitrogen sumber,
seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi dalam rumen, generasi
tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran
pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang
memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas
tinggi. Fitur-fitur ini memungkinkan ternak untuk berkembang pada rumput danvegetasi lainnya.
d. retikulum
Retikulum
sering disebut sebagai perut jala atau hardware stomach. Fungsi
retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen.
Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak
ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa
lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur.
Fungsinya
sebagai tempat fermentasi, membantu proses ruminasi, mengatur arus
ingesta ke omasum, absorpsi hasil fermentasi dan tempat berkumpulnya
benda-benda asing.

Gambar 3.
Retikulum
Rumen
dan reticulum sering dipandang sebagai organ tunggal disebut sebagai retikulo-rumen yang merupakan
tempat terjadinya pencernaan fermentative
sekaligus penyerapan dan penjaringan
benda-benda asing yang masuk ke rumen bersamaan dengan pakan. Retikulum
ini mendorong pakan padat dan ingesta ke
dalam rumen dan mengalirkan ingesta kedalam omasum.
Retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam mulut. Ingesta yang telah halus didorong
ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang
terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi ( Biologigonz, 2010 ).
e. omasum
Omasum
sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya berbuku-buku. Ph
omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Omasum merupaka suatu organ seferis yang
terisi oleh lamina muskuler yang turun dari bagian dorsum atau bagian atap.
Membrana mukosa yang menutupi lamina, ditebari dengan papile yang pendek dan
tumpul yang akan menggiling hijauan atau serat - serat sebelum masuk ke
abomasum (perut sejati). Omasum letaknya disebelah kanan rumen dan retikulum
persis pada posisi kaudal hati. Omasum domba dan kambing jauh lebih kecil
dibandingkan omasum sapi dalam keadaan normal tidak menyentuh dinding abdominal
ruminansia kecil itu.]
Omasum
hampir terisi penuh oleh lamina dengan papila yang meruncing yang tersusun
sedemikian rupa sehingga makanan digerakkan dari orifisium retikulo-omosal, di
antara laminae, dan menuju ke orifisium omaso-abdomosal. Setiap laminae
mengandung tiga lapis otot, termasuk suatu lapis sentral yang berhubungan
dengan dinding otot dari omasum, serta suatu lapis mukosa muskularis yang
terletak pada tiap sisi dari otot sentral.

Gambar 4.
Omasum
Dasar
omasum seperti juga halnya lembaran - lembaran (lipatan - lipatan) ditutupi
oleh epitel squamosa berstrata. Pada pertautan antara omasum dan abomasum
terdapat suatu susunan lipatan membrana mukosa ‘vela terminalia’ yang barang
kali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum
menuju ke omasum, sedangkan pada domba merupakan bagian dari abomasum. Omasum
merupakan bagian ketiga lambung ternak kambing yang menghubungkan retikulorumen dan abomasums.
f. Abomasum
Abomasum
sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal orifice adalah
untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Pernyataan ini
sesuai dengan (Blakely, 2001), bahwa Abomasum merupakan bagian keempat yang
disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan
pakan berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai
biologis tinggi.
Ph
pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak
dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka
abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh
mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh
enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan
sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin.
Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Fungsi:
Tempat awal pencernaan enzimatis (perut sejati) → Pencernaan protein dan
mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum.

Gambar 5. Abomasum
g. Usus halus
(intestinum tenue)
Usus halus (intestinum tenue)
berfungsi dalam pencernaan enzimatis dan absorpsi Kedalam usus halus masuk 4
sekresi: Cairan duodenum : alkalis, fosfor, buffer. Cairan
empedu : dihasilkan hati, K dan Na (mengemulsikan lemak), mengaktifkan lipase pankreas,
zat warna. Cairan pancreas : ion bikarbinat untuk menetralisir asam
lambung dan cairan usus.
Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum,
berdasarkan pada perbedaan - perbedaan struktural histologis/mikroskopis.
Deudenum
merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat dengan dinding
tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu mesoduodenum. Duktus yang
berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian pertama dari duodenum. Duodenum
meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah kaudal pada sisi kanan menuju ke
‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang ke sisi kiri di belakang akar dari
mesenteri besar dan membelok ke depan untuk bergabung dengan jejunum. Saluran
yang berasal dari hati dan saluran pankreas, menyatu ke dalam duodenum, pada
jarak yang pendek di belakang pilorus.
Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum bermula dari
kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang (pada duodenum
mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan tidak ada batas yang
jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum.
Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukaan ileal).
h. Sekum dan
kolon
Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon
yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang
turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada
bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih
menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke
depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal
(ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis).
Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk
spiral ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya
membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir
dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan
kolon transversal. Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut
terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran
pencernaan.
Menurut
Dudee (2009), walaupun memiliki caecum yang
besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat
kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni.
Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%. Di alam,
kambing liar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan jenis pakan yang di
kehendaki. Jumlah pakan minimal dan ragam pakan dapat terpenuhi sehingga
terjadi keseimbangan dalam pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya.
Kalau kebutuhan itu tidak tercapai, dengan sendirinya kambing berangsur-angsur
gugur menghadapi seleksi alam.
i. Rectum
Rectum merupakan lubang
tempat penampungan dan pembuangan feses
dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada
bagian rectum. Rectum bagi ternak kambing dalah tempat dimana feses dibentuk.
Bentuknya berkelok-kelok dan seperti cetakan-cetakan kecil. Apabila feses sudah
siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.
4.2 Pemeriksan
Kesegaran Air Susu
Secara umum
pemeriksaan susu adalah salah satu diantaranya pemeriksaan kesegaran dari pada
kesegaran susu tersebut seperti uji warna, apakah warna susu tersebut mempunyai
warna yang sesuai dengan susu asli atau tidak, dan juga bau susu tersebut,
kekentalannya dan juga rasa dari pada susu tersebut sehingga susu tersebut
dapat di produksi tubuh dengan cara kontinu.
Komponen susu tersebut seharusnya tidak dikurangi
komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain sehingga mutu atau kualitas
susu tersebut tetap terjaga. Pada umumnya bentuk susu yang baik yaitu berupa
cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang tidak tembus cahaya, mempunyai
rasa sedikit manis berasal dari laktosadan bau yang khasberasal dari lemak
susu, bersih, dan kosistensinya homogen tanpa ada bentuk gumpalan. Sesuai
dengan pendapat Gregorius (2001), bahwa
susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah
oleh ari pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai
sempurna.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan kesegaran
air susu kelompok 5
|
Uji
|
Hasil
|
|
|
Uji Organoleptik atau Sensorik
|
Warna
|
Putih susu
|
|
Bau
|
Susu (sebelum) è susu (sesudah)
|
|
|
Kekentalan
|
Normal (kualitas baik)
|
|
|
Rasa
|
Sedikit manis (kualitas baik)
|
|
|
Uji kebersihan dengan metode
saring
|
Bersih
|
|
|
Uji alcohol
|
Negatif
|
|
|
Uji didih/masak
|
Negatif
|
|
|
Uji reduktasi
|
1
|
|
4.2.1 Uji sensorik atau uji organoleptik
Uji
sensorik atau uji organoleptik cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap keaslian suatu
produk. Prinsip kerjanya adalah untuk mengetahui warna, bau, kekentalan, rasa
dan konsistensi menggunakan panca indera.
a.Uji
Warna
Hasil yang didapat pada uji warna yaitu susu tersebut
memiliki warna putih dan ini menandakan susu tersebut normal. Hasil ini sesuai
dengan pernyataan Fazri (2002), yang
menyatakan bahwa warna susu segar berkisar dari putih kebiruan sampai
kuning keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah lemak/ padatan dalam
susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque). Dalam bentuk lapisan
tipis, susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar lemak rendah atau susu
yang sudah dipisahkan lemaknya berwarna kebiru – biruan. Warna putih susu
lemak, kalsium kaseinat, dan koloid fosfat.
b.Uji
Bau
Dari uji bau yang telah dilaksanakan didapatkan hasil susu
tersebut dengan berbau susu seperti susu kental manis ini berati susu tersebut
normal, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Soemarno (2004), yang
menyatakan bahwa bau/ aroma/ flavour susu segar adalah khas bau susu,
karena adanya kandungan asam volatile dan lemak dalam susu. Selain itu,
kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida yang rendah diduga
menyebabkan susu berbaru seperti garam. Penyimpangan bau susu sepeeti bau asam,
bau kotoran, bau pakan, dan bau obat – obatan dapat timbul karena penanganan
yang kurang baik. Oleh karena itu, setelah diperah susu dalam ember harus
segera dibawa ke kamar susu agar tidak terkontaminasi oleh bau – bau disekitar
kandang. Susu mudah menyerap bau – bauan dari sekelilingnya. Hal ini
diakibatkan oleh sifat lemak dalam susu, yaitu oil in water type,
terutama flavor yang tajan dan menyimpang.
c.Uji
Kekentalan
Uji kekentalan dilakukan dengan memiringkan teabung
reaksi,kemudian ditegakkan dengan memiringkan tabung reaksi , lalu
ditegakkan kembali dan hasil yang didapat adalah susu tersebut memiliki keadaan
yang normal (tidak encer tidak pekat). Ini berarti susu tersebut berkualitas
baik. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Sudono (2005), yang menyatakan cita rasa makanan lain
yang mungkin dimakan oleh sapi perah betina akan masuk ke dalam susu dan lemak
susunya. Hal lain yang mempengaruhi konsentrasi susu adalah karena adanya
penambahan air,gula,tepung dan lain-lain.

Gambar
6. Uji kekentalan air susu
d.Uji
Rasa
Adapun hasilnya adalah susu tersbut memiliki rasa agak manis
berarti susu tersebut memiliki rasa agak
manis berarti susu tersebut normal. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rachmawan
(2001), yang menyatakan susu segar yang normal berasa
agak manis karena mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma
susu lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa
susu berhubungan dengan keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan
laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar klorida
4.2.2 Uji Kebersihan dengan Metode
Saring
Adapun hasil yang diperoleh setelah dilakukan penyaringan adalah tidak terdapat
sedikit pun kotoran baik berupa gumpalan
maupun butiran. Hasil ini sesuai dengan
pernyataan Sudono (2001),
yang menyatakan susu sapi merupakan air susu pemerahan yang berkualitas tinggi,
rasa manis dan tidak dicemaari bau, kotoran dan obat-obatan serta warnanya
putih kekuning-kuningan.

Gambar
7. Proses penyaringan susu
4.2.3 Uji Alkohol
Adapun
hasil yang diperoleh pada uji alkohol adalah susu pecah yang tidak ditandai dengan endapan halus yang menempel
pada dinding tabung dan susu tersebut dinyatakan dalam keadaan baik dan
uji dinyatakan negative. Hasil ini
kondisi ini bertenangan dengan
pernyataan Buckle (2003), yang
menyatakan endapan halus pada dinding tabung maka sampel susu tersebut asam dan
hasil uji positif bahwasannya molekul susu sudah pecah. Hal ini disebabkan oleh
aktifitas mikroorganisme yang bersifat labil.
4.2.4 Uji Didih atau Uji Masak
Adapun
hasil yang diperoleh pada uji didih adalah susu tersebut setelah
dipanaskan tetap homogen yang ditandai dengan tidak adanya
butiran-butiran dalam susu tersebut dan hasil ini sesuai dengan pernyataan
Yamamoto (2004) dan Jaser (2000) yang
menyatakan bahwa uji didih merupakan suatu uji yang mana susu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai susu tersebut mendidih kemudian
dilakukan suatu penilaian yang mana penilaian ini dilakukan dengan melihat
keadaan dari susu tersebut apakah tetap homogen atau pecah seperti
butir-butiran. Bila terdapat butir-butiran dan susu tidak homogen
berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif. Bila susu tetap homogen
berarti susu masih baik (normal) dan uji negative.
4.2.5 Uji Reduktase dengan Biru
Metilen
Adapun hasil yang diperoleh pada uji reduktase menggunakan
biru metilen adalah belum terjadi
perubahan warna seperti yang diharapkan karena waktu yang diperlukan
pada saat proses reduktase tidak mencukupi seperti yang seharusnya yaitu
minimal 4 jam, hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Setyohadi, dkk., (2003) yang menyatakan angka
reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna biru metilen
menjadi putih, yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik dengan
jumlah organisme yang ada Uji reduksi dapat menunjukkan tingkat kegiatan
bakteri sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang
dapat dicerna dan tidak untuk kegunaan tertentu (Buckle, 2003).
Peningkatan reduksi susu disebabkan oleh bakteri tumbuh
dalam susu memerlukan oksigen dan menghasilkan subtansi-subtansi pereduksi
yang memungkinkan penurunan perbedaan kekuatan oksidasi reduksi
tersebut sampai nilainya menjadi negatif. Kecepatan penurunanya tergantung
jumlah dan macam bakteri serta dipengaruhi metabolisme dalam sel bakteri (Hadiwiyoto, 2005).

Gambar 8. Uji Reduktase dengan biru metilen
Salah
satu cara untuk menghitung jumlah mikroorganisme di dalam suatu bahan secara
langsung adalah dengan uji biru metilen. Dalam uji ini dapat diamati kemampuan
bakteri di dalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen yang terlarut,
sehingga menyebabkan penurunan kekuatan oksidasi reduksi dari campuran
tersebut. Waktu reduksi yaitu perubahan warna biru menjadi putih dianggap
selesai jika empat perlima bagian sampel susu telah bewarna putih (Fardiaz, 2002).
Tabel 2. Perbandingan hasil
pemeriksaan kesegaran air susu
|
Metoda
|
Kel 6
|
Kel 7
|
Kel 8
|
|
|
Uji
sensorik atau
oragnoleptik
|
Warna
|
Putih susu
|
Putih susu
|
Putih susu
|
|
Bau
|
Susu
|
Susu
|
Susu
|
|
|
Kekentalan
|
Normal
|
Encer
|
Encer
|
|
|
Rasa
|
Agak manis
|
Agak manis
|
Manis
|
|
|
Uji kebersihan
dengan metode saring
|
Bersih
|
Bersih
|
Bersih
|
|
|
Uji
alcohol
|
Negative
|
Negative
|
Positif
|
|
|
Uji didih
/ masak
|
Negative
|
Normal
|
Normal
alam
|
|
|
Uji
reduktase dengan biru metilen
|
Satu
|
Satu
|
Satu
|
|
Dari
hasil pengamatan ini setiap kelompoknya mendapat hasilnya sama dan ada yang
berbeda pula. Dari uji organoleptic susu yang diamati secara keseluruh dapat
disimpulkan keadaan baik hanya saja dari hasil pengamatan kelompok 7 dan 8 pada
uji kekentalan mendapatkan hasil yang
sedikit encer. Secara keseluruhan uji kebersihan menunjukkan susu tersebut
berkualitas baik.
4.3
Pemeriksaan Komposisi Air Susu
Komposisi air
susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu dapat digunakan
baik dalam bentuk aslinya. Komposisi utama susu terdiri dari protein, lemak,
laktosa, dan mineral. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam
bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya.
Susu mengandung komposisi zat
makanan yang vital dan penting bagi pertumbuhan tubuh. Komponen penyusun utama
air susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral, dan
vitamin-vitamin. Dalam 1 liter susu dapat menyediakan kebutuhan manusia
perharinya berupa: Ca 100%, P 67%, Vitamin B2 66%, Protein 49%, Vitamin Alan
30%, Vitamin B1 27%, Vitamin C 19%, dan Fe 3%, sedangkan energinya kira-kira
20% untuk perharinya.
Secara
fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar ambing sebagai makanan dan proteksi
imunologis (immunological protection) bagi bayi mamalia. Dalam SK Dirjen
Peternakan No. 17 tahun 1983 dijelaskan, susu adalah susu sapi yang meliputi
susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi (Shiddieqy, 2008). Pangan yang berasal
dari ternak harus aman dengan memperhatikan keamanan dari pakan yang dikonsumsi
oleh ternak tersebut, sesuai dengan pendapat Bastianelli dan Bas (2002), yang menyatakan bahwa Keamanan pangan asal
ternak juga berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan pada ternak.
4.3.1. Pengukuran Berat Jenis Susu

Gambar 9. Laktodensimeter
Pada pengukuran berat jenis kita menggunakan Bobot jenis
ditera dengan suatu alat yang disebut laktodensimeter. Prinsip kerja alat ini
berdasarkan hukum Archimedes yang menyatakan bahwa tiap benda yang
dimasukkan ke dalam zat cair, maka pada benda tersebut akan bekerja
tekanan ke atas yang sama dengan berat cairan yang dipindahkan oleh alat
tersebut. Setelah sample susu dihomogenkan
dengan memindahkan susu dari erlemeyer yang satu ke erlemeyer yang lain secra
berulang-ulang, kemudian dituangkan pada kedalam gelas ukur secara hati-hati
agar tidak timbul buih lalu dicelupkan laktodensimeter secara perlahan-lahan
sampai laktodensimeter itu berhenti bergerak dan setelah itu catat suhu yang
tedapat pada laktodensimeter dan diukur dengan thermometer.
Tabel 3. Pengukuran Berat jenis
|
Kelompok
|
°t awal
|
°t akhir
|
Rata2
|
°t tera
|
Skala
|
BJ
|
|
1
|
24
|
24
|
24
|
15
|
15
|
1.032
|
|
2
|
23
|
24
|
23.5
|
15
|
15
|
1.0134
|
|
3
|
22
|
22
|
22
|
15
|
15.2
|
1.0226
|
|
4
|
22
|
22
|
22
|
15
|
15
|
1.0132
|
|
5
|
25
|
24
|
24.5
|
15
|
15
|
1.013
|
|
6
|
22
|
21
|
215
|
15
|
15
|
1.0137
|
|
7
|
24
|
24
|
24
|
15
|
15.2
|
1.0032
|
|
8
|
23
|
23
|
25
|
15
|
15
|
1.0134
|
Hasil
perngukuran dari kelompok 5 :
a : 25° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Maka berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)*
0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)-
(25-15) * 0.002
Berat jenis susu = 1.0150 -0.002
Berat jenis susu =1.013
Berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah 1.013

Gambar 10. Pengukuran suhu dan skala laktodensimeter
Untuk
menentukan berat jenis maka perlu diketahui dulu kadar bahan keringnya, semakin
tinggi bahan kering maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya begitu pula
sebaliknya hal ini sesuai dengan pendapat dari Aksi Agraris Kanisius, 2001).
Dimana hasil yang didapat ini adalah termasuk dalam golongan normal, karena
untuk susu sapi berat jenisnya diatas 1,027. Ada factor yang mempengaruhi dari
BJ susu menurut pendapat dari Bearkley,(2000 ) berpendapat bahwa apabila susu
makin encer maka Laktodesimeter akan lebih dalam masuknya ke dalam susu dengan
demikian berat jenis susu menjadi turun atau lebih rendah dari pada
standar.
4.3.2
Pengukuran Kadar Bahan Kering
Tabel 4. Hasil
Pengukuran Bahan Kering
|
Kelompok
|
G1
|
G2
|
G3.1
|
G3.2
|
BK%
|
|
1
|
13.28
|
15.18
|
13.35
|
13.25
|
11
|
|
2
|
12.12
|
14.20
|
12.32
|
11.42
|
13.93
|
|
3
|
13.66
|
14.02
|
12.82
|
12.62
|
13.33
|
|
4
|
13.37
|
14.32
|
13.54
|
13.54
|
14.78
|
|
5
|
12.12
|
13.62
|
11.59
|
11.28
|
10.67
|
|
6
|
13.00
|
14.51
|
13.17
|
13.16
|
10.6
|
|
7
|
11.11
|
12.56
|
11.28
|
11.21
|
8.94
|
|
8
|
12.43
|
13.77
|
11.38
|
10.57
|
8.64
|
Hasil dari pengamatan kelompok 5 :
G1 : 12.12
G2 : 13.62
G3.1 : 11.59 è G3.2 : 11.28
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
= 10.67 %
Maka kadar bahan kering susu adalah 10.67%
Kadar bahan kering pada susu segar
dipengaruhi oleh faktor umur, makanan dan manajemen sapi perah yang baik Kadar
bahan kering yang diperoleh praktikan adalah 10.67 % (perhitungan kadar BK ini
dapat dilihat dilampiran) . Bahan kering yang terkandung dalam susu merupakan
bahan pangan yang sangat penting yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah
banyak. Dimana, bahan kering tersebut terdiri dari lemak, protein, laktosa,
mineral, enzim, gas, vitamin dan asam (sitrat, format, asetat, laktat dan
oksalat).
Dalam
tubuh, bahan kering ini sangat berfungsi untuk melaksanakan dan membantu
seluruh proses fisiologis tubuh. Salah satu yang penting dari susu adalah
laktosa, Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa.
Sifat air susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa. Kadar laktosa dalam
air susu dapat dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian
laktosa atau susu dapat menyebabkan mencret atau gangguan-gangguan perut bagi
orang yang tidak tahan terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim
lactase dalam mukosa usus (Suhendar dkk., 2008).
4.3.3 Pengukuran Kadar Lemak
Pada pengamatan tidak didapatkan hasil, karena
keterbatasan alat, yaitu alat sumbat. Menurut Judkins dan Keener ( 2006 ), berpendapat bahwa pada
prinsipnya penentuan kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan
metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer.
Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar
penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak susu dan memiliki kadar lemak
3,7% menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).
Produk susu
dinyatakan rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi apabila dalam susu tersebut
terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi asam, busuk, tidak segar dan
susu menggumpal atau memisah. Untuk produk susu cair, perubahan warna biasanya
menunjukkan indikasi awal kerusakan produk, yaitu adanya pertumbuhan bakteri
dan peningkatan asam. Produk seperti ini sebaiknya tidak dikonsumsi (Anonimus,
2004).

Gambar 11.
Butyrometer
Menurut
Wahyudi (2006), menyatakan bahwa air
susu merupakan suspensi alam antara air
dan bahan terlarut didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak
didalam air susu adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai
gizi air susu. Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti
mentega, keju, krim, susu kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak.
Kadar lemak air susu normal adalah
antara 3,3 – 3,9%. Ketidaknormalan dikarenakan adanya kerusakan pada lemak
susu. Hasil dari pemeriksaan
kadar lemak pada praktikum bernilai dibawah nilai standar, jadi susu segar
maupun susu simpan telah mengalami kerusakan pada lemak susu (Ressang dan
Nasution, 2004).
Persentase lemak susu bervariasi
antara 2.4 % - 5.5 %. Lemak susu terdiri dari atas trigliserida yang tersusun
dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (fatty acid) melalui
ikatan – ikatan ester ( ester bonds). Asam lemak susu berasal
dari aktivitas mikroba dalam rumen ( lambung ruminansia ) atau dari sintesis
sel sekretori. Asam lemak disusun rantai hidrokarbon dan golongan karboksil
( carboxyl group ). Sala satu contoh dari asam lemak susu
adalah susu butirat ( butirat acid ) berbentuk asam lemak
rantai pendek ( short chain fatty acid ) yang akan menyebabkan
aroma tengkik ( rancid flavour ) pada susu . Ketika asam
butirat ini dipisahkan dari gliserol dengan enzim lipase.
Bentuk lemak di dalam air susu
merupakan butir yang di sebut globuler. Besar kecilnya butir lemak ditentukan
oleh kadar air yang ada di dalamnya. Makin banyak air, maka makin besar
globuler dan keadaan ini di khawatirkan akan menjadi pecah. Bila globuler
pecah, maka air susu di sebut pecah. Air susu yang pecah tidak dapat
dipisahkan lagi krimnya, dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan makanan.
Kandungan lemak bervariasi antara
3-6 persen (berat basah) yang dalam susu berbentuk globula lemak yang bergaris
tengah antara 1-20 mikron, biasanya dalam setiap mililiter susu mengandung
kira-kira 3 milyar butiran lemak. Sekitar 98% - 99% lemak susu berbentuk
trigliserida, yaitu tiga molekul asam lemak yang diesterifikasikan terhadap
gliserol sedangkan lemak yang berbentuk digliserida dan monogliserida
masing-masig terdapat sekitar 0,5% dan 0,04 %. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
lemak terdapat dalam 3 tempat, yaitu di dalan globula, pada membran material
dan di dalam serum. Secara kuantitatif lemak tersusun oleh 98% - 99%
trigliserida yang terdapat dalam globula lemak, 0,2% - 1,0% fosfolipida yang
terdapat dalam membran material dan sebagian di dalam serum. Sisanya adalah sterol,
yang kandungannya berkisar antara 0,25% - 0,40%.
Butiran
lemak cenderung memisah dan timbul pada permukaan yang merupakan suatu lapisan.
Bagian lemak ini disebut krim dan cairan susu yang terdapat di bawahnya disebut
skim. Bagian lemak tersebut dapat terpisah dengan mudah karena berat jenisnya
kecil. Karena mempunyai luas permukaan yang sangat besar, maka reaksi-reaksi
kimia mudah sekali terjadi dipermukaan perbatasan lemak dengan mediumnya.
4.3.4 Pengukuran Kadar Bahan kering Tanpa Lemak
Bahan kering
tanpa lemak adalah bahan kering dalam susu yang telahdikurangi dengan lemak
susu yang disingkat dengan BKTL. BKTL terdiri atas protein, laktosa, mineral,
asam (sitrat, format, asetat, laktat dan oksalat), enzim (peroksidase,
katalase, fosfatase dan lipase), gas (oksigen dan nitrogen), dan vitamin
(Vitamin A, C, D,tiamin dan riboflavin).
BKTL dapat
dicari dengan mengetahui kadar lemak terlebih dahulu, sayangnya penentuan kadar
lemak gagal diketahui karena kekurangan alat dan bahan sehingga dalam praktikum
tentang komposisi susu ini, kadar BKTL tidak diketahui, jika komponen makanan yang tersebut diatas tidak ada lagi
ataupun dalam jumlah yang sangat sedikit, maka susu tersebut dapat dikatakan
dalam keadaan rusak yang sangat besar kemungkinannya disebabkan kesalahan
pengelolaan susu mulai dari peternak sampai kepada pengolahnya, hal ini sesuai
dengan pendapat Ressang dan Nasution (2000), yang menyatakan bahwa
kerusakan air susu terjadi apabila telah menunjukkan penyimpangan yang melebihi
batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain
yang biasanya digunakan.
Kerusakan bahan makanan dapat
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: yaitu pertumbuhan dan aktifitas
bakteri, aktifitas enzim, pemanasan atau pendinginan, parasit, serangga, tikus,
sinar, udara dan lama penyimpanan. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pencemaran bakteri dalam susu meliputi faktor peyakit dan faktor perlakuan
seperti: alat yang digunakan tindakan sanitasi dan pemberian pakan sapi.
4.3.5
Pemeriksaan Mikrobiologi Susu
Praktikum mikrobiologi ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana mutu susu segar yang baik. Gusriyanti (2006), menyatakan bahwa mutu susu segar juga
harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk didalamnya adalah
pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan
dan sanitasi pekerja. Untuk dapat mengetahui mikroba yang terdapat didalam
susu, dibutuhkan media yang steril. Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi
aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari
kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan (Fendrikus, 2004).
Praktikum pemeriksaan mikrobiologi susu secara tidak
langsung dengan metode hitungan cawan meliputi dua cara, yaitu dengan metode
tuang dan metode sebar/permukaan. Menggunakan natrium agar mempunyai alasan
yang mendetail dalam prktikum ini, yaitu kita belum mengetahui sepenuhnya jenih
dan jumlah dari bakteri yang terdapat pada susu. Natrium agar adalah media yang
baik utuk pertumbuhan mikroba , karena agar dapat menjadi sumber makanan bagi
bakteri baik bakteri pathogen maupun nonpthogen.
Mozes (2001), berpendapat
bahwa metode hitungan cawan yaitu metode tuang dan sebar merupakan
metode paling sensitive dalam menetukan jumlah mikroba karena hanya sel yang
hidup yang di hitung. Menurut Siregar (2000), bahwa untuk menghitung jumlah
mikroba yang hidup dalam susu dengan cara ditumbuhkan dalam media agar sehingga
dapat langsung dilihat.
Tabel
5. Hasil praktikum Mikrobiologi susu
|
Metoda
|
Pengenceran
|
Jumlah
Koloni
|
Jumlah
mikroba (koloni/ mL)
|
|
Tuang
|
107
|
128
|
12.8
x 106
|
|
108
|
136
|
13.6
x 107
|
|
|
109
|
178
|
17.8
x 108
|
|
|
Sebar
|
107
|
122
|
12.2
x 106
|
|
108
|
62
|
6.7
x 107
|
|
|
109
|
67
|
6.2
x 108
|
Sesuai
dengan pengamatan dari tuang, semakin banyak pengenceran yang dilakuan semakin
banyak jumlah mikroba yang dapat terhitung yaitu dari pengencer 107 didapat hasil 12.8 x 106, dari
pengencer 108 didapat hasil
13.6 x 107 dan dari pengencer 109 didapat hasil 17.8 x 108.
Pengamatan dari sebar atau
permukaan, hasilnya sama dengan pengamat dari metode tuang dimana semakin
banyak pengenceran yang dilakuan semakin banyak jumlah mikroba yang dapat
terhitung yaitu dari pengencer 107 didapat hasil 12.2 x 106, dari
pengencer 108 didapat hasil
6.7 x 107 dan dari pengencer 109 didapat hasil 6.2 x 108.
Dari praktikum penghitungan mikroba
susu dapat dilihat bahwa jumlah dari mikroba secara tuang jauh lebih banyak
yang dapat terhitung dibanding metode sebar atau permukaan. Hal ini sesuai pendapat
Fardiaz, (2003). yang menyatakan bahwa Prinsip dari metode hitungan cawan
adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel
mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop
Farmansyah (2003), mengatakan bahwa Metode hitungan
cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu: Hasil perhitungan tidak menunjukkan
jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin
membentuk satu koloni, Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan
niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium
padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, Memerlukan
persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat
dihitung.
4.4 Pemeriksaan Palsuan Air Susu
Air susu
merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak ditambahkan sesuatu
apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Komposisi air susu adalah air,
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu dapat digunakan baik dalam
bentuk aslinya.bahan lain.
Pengertian atau batasan mengenai kata ”susu” adalah susu
hasil perahan sapi-sapi atau hewan menyusui lainnya yang susunya dapat diminum
atau dapat digunakan sebagai bahan makanan, yang sehat, secara kontinyudan sekaligus,
serta padanya tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan
lain.
Tabel 6. Hasil pengamatan pemeriksaan
palsuan air susu
|
Pemeriksaan
|
Hasil
|
|
Pembuktian
penambahan air
|
BJ= 1.0124
|
|
BJ =1.0063
|
|
|
Pembuktian
Penambahan santan secara mikroskopik
|
Hetrogen
(tampak globula/butir dari lemak nabati atau santan lebih besar)
|
|
Pembuktian
penambahan pati
Secara
Kimia
Secara
Mikroskopik
|
Kuning
(negatif)
Ada
butiran (Positif)
|
4.4.1 Pembuktian Penambahan Air
Pada
Pembuktian Penambahan Air ini cara kerja (metode) adalah sebagai berikut:
terlebih dahulu pembuktian penambahan air kedalam susu di lakukan melalui
pengukuran berat jenis. Berat
jenis normal susu bertkisar antara 1,0280-1,0320. dengan penambahan air atau
whey, maka berat jenis akan turun.
Penambahan
air pada susu merupakan cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula
diketahui. Pada kasus pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat
laktodensimeter ke dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028
(SNI 01-3141-1998), maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan air. Susu
yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada
susu (Anonim, 2000).
Sampel
susu yang dicampur air akan menurunkan berat jenis serta titik beku susu akan
mendekati 0 (nol). Selain itu, dengan menambahkan air pada susu maka akan
menurunkan kadar lemak, protein dan kadungan bahan keringnya. Dan hasil yang
kami peroleh yaitu berat jenis air susu murni yaitu 1,063 dan saat penambahan
air di lakukan maka berat jenisnya berubah menjadi 1,010.
Dan pada
praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa susu tersebut telah
terjadi penambahan air. Hal ini dapat diketahui oleh berat jenis susu tersebut
adalah 1,010. Maka hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Partodihardjo
(2003) yang berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu, maka berat
jenis, kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan
mendekati 0 ( nol ). Hal ini dipertegas oleh Muhammad (2001),
yang mengatakan bahwa apabila terjadinya penambahan air pada susu
akan mengakibatkan berat jenis dan kadar lemaknya menjadi menurun sehingga
mengakibatkan kualitas susu menjadi berkurang.
4.4.2
Pembuktian Penambahan Santan
Kadar
lemak susu mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari lemak
nabati. Santan memiliki kandungan lemak nabati yang tinggi dimana bentuk dan
ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi pencampuran dari
kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan meningkat. Setelah
dilihat pada mikroskop pada perbesaran 10x dan 45x maka terlihat butir lemak
nabati lebih besar dari buti lemak susu. Jika cairan santan dicampur dengan
susu akan megakibatkan lemak susu yang dicampur santan menjadi heterogen yang
berupa terlihatnya lemak nabati yang berukuran lebih besar jika di lihat
dibawah mikroskop.
Tabel 6.
Hasil Pembuktian Penambahan Santan
|
Campuran
|
Hasil
|
|
Susu murni
|
Homogen
|
|
Susu murni
+ Santan
|
Heterogen
|
Hasil yang didapat pada saat
pembuktian penambahan santan secara mikroskopik adalah terlihat butir-butir
lemak nabati lebih besar dari pada lemak susu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mazer, R.T (2004), yang
menyatakan bahwa air susu yang dihasilkan melalui suatu proses
sekretarit sejati air susu awal pemerahan mengandung lemak kadar rendah. Kadar
lemak susu tersebut mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari
lemak nabati. Dan dipertegas oleh Parrokasi, A.(2003), yang menyatakan santan memiliki kandungan
lemak nabati yang tinggi dimana bentuk dan ukurannya tidak sama dengan lemak hewani
jika terjadi pencampuran dari kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula
akan meningkat.
Bersihkan
gelas objek lalu teteskan satu tetes susu dan tutup dengan gelas penutup lihat
dengan pembesaran objektif 10X dan 45X. Tampak dibawah mikroskop butir-butir
lemak susu homogen, sedangkan butir-butir lemak nabati lebih besar dari lemak
susu.
4.4.4 Pembuktian Penambahan Pati
Pada
Pembuktian Penambahan Pati secara Kimia ini cara kerja (metode) nya adalah
sebagai berikut: terlebih dahulu masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung
reaksi, tambahkan 0,5 ml asam asetat. Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring kedalam
filtrate teteskan 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka warna
filtrate menjadi biru. Bila berwarna kuning artinya negative. Apabila
berwarna hijau reaksi diragukan.
Pada
praktikum yang telah dilakukan didapat hasil pada tabung reaksi 1 dimana susu
ditambahkan pati ,asam asetat dan larutan lugol setelah dipanaskan susu berubah
warna menjadi biru sedangkan pada tabung reksi 2, susu yang tidak ditambahkan
pati tetapi ditambahkan larutan lugol warnanya menjadi kuning. Hal ini terjadi
karena tidak ada penambahan pati.
Secara mikroskopik pun tampak butir-butir amilum yang ditandai dengan inti yang
konstan pada tabung ketiga.
Maka hal tersebut sesuai dengan
pendapat Frandson (2002) yang mengatakan bahwa dalam
pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati bila positif
mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila warna kuning
berarti negatif . Dan juga sesuai dengan pendapat dari Brody (2002), yang
menyatakan bahwa dalam
pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka dapat duji dengan
mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi tersebut
dipanaskan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang diperoleh setelah melaksanakan praktikum Produksi Ternak Perah
ialah Ternak perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu
melebihi kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain.
Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan
produksi susu.
Susu
didefenisikan sebagai susu sapi yang tidak dikurangi atau ditambahi sesratu
apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan
sekaligus. Susu ini merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan
dengan proporsi yang seimbang. Penyusun utama susu adalah air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin.
Sebagai bahan pangan, susu dapat
digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari
bagian-bagiannya. Dalam praktikum ini dilakukan pemeriksaan mulai dari Anatomi
Alat Pencernaan Ruminansia kecil, Pemeriksaan Kesegaran Susu, Komposisi Susu,
Mikrobiologi susu dan juga Pemeriksaan Pemalsuan Susu. Pentingnya dilakukan
praktikum tersebut, agar kita mengetahui bagaimana susu yang baik dan juga ilmu
yang diperoleh dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
5.2 Saran
Pada
saat praktikum berlangsung untuk para praktikan agar dapat lebih meningkatkan
disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akan cepat selesai dan menggunakan
peralatan laboratorium dengan hati-hati dan teliti sehingga dapat digunakan
lagi untuk masa yang akan datang dan juga sebaiknya, praktikan harus
memperhatikan saat asdos menerangkan agar mudah memahami apa yang disampaikan.
Praktikan harus menjaga ketenangan pada saat praktikum berlangsung, agar
suasana praktikum jadi nyaman. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2000. Kimia dan
Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset. Yogyakarta.
Anonimus,
2004.
Penuntun Kesehatan Masyarakat Veteriner (susu, daging dan telur). Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Arora,
2005.
Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Yogyakarta: UGM Press.
Bali, 2011. Laporan Mingguan Produksi
Ternak Perah. http://jahtera- awesome - blogspot.co.id/2013/11/laporan-praktikum-produksi-ternak-perah.html
(Selasa, 1 Desember 2015).
Bastianelli
dan Bas, 2002.
Pertumbuhan Dan Produksi Susu Sapi
Perah. IPB press. Bogor
Bearkley (2000 .Sistem Pencernaaan Ternak Ruminansia. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Biologigonz, 2010 Pengantar Peternakan Di Daerah
Tropis. Yogyakarta; Gajah Mada university
press.
Blakely, 2001. . Ilmu Peternakan . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Brody, 2000. Komposisi Susu. Gramedia Pustaka. Yogyakarta .
Buckle, 2003. Processing of milk . Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Dudee , 2009. Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Produksi ternak dan
hasil olahan susu.html (Selasa, 1
Desember 2015)
Fardiaz, 2003. Penghitungan Jumlah
Mikroba yang Terdapat pada Susu. Yogyakarta
: UGM Press
Farmansyah, 2003. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Fazri, 2002. Pertumbuhan Dan Sapi Perah: http://rinaartiwi.blogspot.co.id/2011 -/10- hasil olahan -susu.html.
(Selasa, 1 Desember 2015)
Frandson .2002. Processing of
milk . Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Gregorius, 2001. Kimia dan
Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset. Yogyakarta.
Gusriyanti, 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI
Press
Hadiwiyoto, 2005. Landasan Ilmu
Nutrisi I.
Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian
Bogor.
Jaser. 2000. Pembudidayaan
Ternak Perah . Cv. Yasaguna. Jakarta
Judkins and Keener.2006. Proteolitik Enzymes Food Processimg 2
ED. Academic Press. New York.
Kanisius,
2001. Macam – Macam Olahan Susu. Penerbit
Penebar Swadaya. Jakarta.
Melly, 2011. Ternak Ruminansia.
Fakultas peternakan . Universitas Andalas. Sumatera
Barat.
Mozes, 2001. Landasan Ilmu
Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian
Bogor.
Muhammad, 2001. Composition of milk . Nottingham: Nottingham University Press.
Parrokasi, A 2003. Pembudidayaan
Ternak Perah . Cv. Yasaguna. Jakarta
Partodihardjo
.2003. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor:
Fakultas Peternakan
Institut
Pertanian Bogor.
Rachmawan, 2001. Dairy Handbook. Alfa Laval Dairy and
Food. Sweden.
Nasution
., Ressang 2000. Proteolitik Enzymes Food Processimg 2. ED.Academic. Press. New York.
Nasution
., Ressang 2004. Proteolitik Enzymes Food Processimg 2.ED.
Academic Press. Academic
Press. New York.
Sarwono, 2003. Rumen
Mikrobiology. Nottingham: Nottingham University Press.
Setyohadi, dkk., 2003. Penuntun Kesehatan Masyarakat
Veteriner (susu, daging dan telur). Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Syiah Kuala. Banda
Aceh.
Shiddieqy, 2008. Evaluating
the role of animal feed in food safety: Perspectives
for action. Proceeding of the
International Workshop on Food Safety Management in Developing Countries. CIRAD-FAO, Montpellier, France. p. 11-13.
Siregar,
2000. . Analisis
Nutrisi Susu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soemarno. 2004. Landasan Ilmu
Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian
Bogor.
Sudono, 2000. Teknik Uji
Mutu Susu dan Olahannya .Liberty. Yogyakarta
Sudono, 2005.
Landasan Ilmu Nutrisi I.
Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian
Bogor.
Suhendar.
Y., W.I. Dadang, T. Mardi, S. Riyanto, I.R. Palupi dan O. Sucahyo, 2008.
Pasca Panen Lalai Kualitas Susu Terbengkalai. http://
Nadias-
iswana.blogspot.co.id/2013/12/-produksi-ternak- perah.html
(Rabu, 2 Desember 2015)
Wahyudi, 2006. Nutrition Of Milk.
New York: Academic Press
Yamamoto, 2004. Analisis Nutrisi Susu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
LAMPIRAN
1. Lampiran dokumentasi
Anatomi Pencernaan Kambing Rumen Retikulum

Omasum Abomasum Uji kekentalan air susu


Uji didih Uji
Reduktase dengan biru metilen

Laktodensimeter, pengukuran suhu dan
skala laktodensimeter
Butyrometer Cawan porselen Pengenceran Mesin Portex

Cawan
petri peptone water
coloni counter incubator

pemeriksaan
palsuan susu dengan penambahan satan (kanan) dan pati (kiri)
2. Lampiran
perhitungan
A. Perhitungan Berat Jenis Susu
Hasil perngukuran dari kelompok 1 :
a : 24° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)*
0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)-
(24-15) * 0.002
Berat jenis susu =1.0132
Hasil
perngukuran dari kelompok 2 :
a : 23° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)*
0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)-
(25-15) * 0.002
Berat jenis susu =1.0134
Hasil
perngukuran dari kelompok 3 :
a : 22° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0152
Maka berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :
Hasil
perngukuran dari kelompok 4 :
a : 22° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Maka berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :
Hasil
perngukuran dari kelompok 5 :
a : 25° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Maka berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
Hasil perngukuran dari kelompok 6 :
a : 22° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Maka berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 6 adalah :
Hasil
perngukuran dari kelompok 7 :
a : 24° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Maka berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 7 adalah :
Hasil
perngukuran dari kelompok 8 :
a : 23° C
b : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Maka berat
jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 8 adalah :
B. Perhitungan Kadar
Bahan Kering Susu
Hasil
dari pengamatan kelompok 1 :
G1 : 13.28
G2 : 15.28
G3.1 : 13.45 è G3.2 : 13.25
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 1 adalah :
= 11%
Hasil
dari pengamatan kelompok 2 :
G1 : 12.12
G2 : 14.20
G3.1 : 12.32 è G3.2 : 11.42
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 2 adalah :
= 13.93%
Hasil
dari pengamatan kelompok 3 :
G1 : 13.66
G2 : 14.02
G3.1 : 12.82 è G3.2 : 11.62
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :
= 13.33 %
Hasil
dari pengamatan kelompok 4 :
G1 : 13.37
G2 : 14.32
G3.1 : 13.54 è G3.2 : 13.54
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
= 14.78 %
Hasil
dari pengamatan kelompok 5 :
G1 : 12.12
G2 : 13.62
G3.1 : 11.59 è G3.2 : 11.28
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
= 10.67 %
Hasil
dari pengamatan kelompok 6 :
G1 : 13.00
G2 : 14.51
G3.1 : 13.17 è G3.2 : 13.16
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 6 adalah :
= 10.6%
Hasil
dari pengamatan kelompok 7 :
G1 : 11.11
G2 : 12.56
G3.1 : 11.28 è G3.2 : 11.21
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 7 adalah :
= 8.94 %
Hasil
dari pengamatan kelompok 8 :
G1 : 12.43
G2 : 13.77
G3.1 : 11.38 è G3.2 : 10.57
Maka kadar bahan kering
dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 8 adalah :
= 8.64 %
C. Perhitungan mikrobiologi susu
a. metode tuang
faktor 107
Koloni per ml =
128 x 
= 128 x 107
= 12.8 x 106
faktor 108
Koloni per ml =
136 x 
= 136 x 108
= 13.6
x 107
faktor 109
Koloni per ml =
178 x 
= 178 x 109
= 17.8 x 108
b. metode sebar/
permukaan
faktor 107
Koloni per ml =
122 x 
= 122 x 107
= 12.2 x 106
faktor 108
Koloni per ml =
67x 
= 67 x 108
= 6.7 x
107
faktor 109
Koloni per ml =
62 x 
= 62 x 109
= 6.2 x 1



How to open a casino in Oklahoma - Oklahomacasinoguru
BalasHapusOklahoma's 넥스트벳 first casino is now open to the 넥스트 벳 general public. mlb 분석 The two 썬시티 casinos are the Casino 가입시 꽁머니 사이트 of the Ozarks Casino in Perryville,
Casino Bonus & Slots - DrmCD
BalasHapusNo Deposit 삼척 출장마사지 Bonuses For All 대구광역 출장마사지 Casinos — Casino Bonus & Slots. We list and rate 여수 출장안마 the 대전광역 출장샵 best casino bonuses, free spins, and other offers 남양주 출장안마 for the best casino
Woori Casino Login - Play on Mobile or Desktop
BalasHapusThe https://octcasino.com/ Woori Casino App will worrione be available at Woori Casino on a mobile or desktop basis. To play poormansguidetocasinogambling on 출장안마 our mobile or desktop, you can also play with your desktop งานออนไลน์ browser,