Jumat, 18 November 2016

Mansur Situmorang: Laporan Semester Praktikum Produksi Ternak Perah

LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
PRODUKSI  TERNAK PERAH
ANATOMI SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA, PEMERIKSAAN KESEGARAN, KOMPOSISI DAN PALSUAN AIR SUSU








OLEH :
MANSUR SITUMORANG
E10014085
B



Description: th.jpg



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015
KATA PENGANTAR
            Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan  laporan Produksi Ternak Perah ini dengan tepat waktu.. Laporan  ini penulis susun sebagai wujud realisasi dari hasil pengamatan yang telah penulis lakukan sebelumnya dan juga sebagai bahan pelengkap persyaratan yang menunjang mata kuliah  laporan Produksi Ternak Perah. Laparan ini penulis susun khususnya untuk lingkup Fakultas Peternakan Unja, akan tetapi tidak menutup untuk keperluan atau lingkup yang lebih luas.
             Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan  laporan  ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berusaha dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan  baik. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan penulis selanjutnya. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi kita semua, amin.

                                                                                     
         Jambi,  Desember   2015

                                                                                                         Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................            i
DAFTAR ISI ..............................................................................................            ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................           iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................            iv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................             v
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................            1 
1.1 Latar Belakang ..........................................................................            1    
1.2 Tujuan dan Manfaat ..................................................................             2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................            4
BAB III MATERI DAN METODA ..........................................................          11
3.1 Waktu dan tempat .....................................................................           11
3.2 Materi ........................................................................................          11
3.3 Metoda ......................................................................................          11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN  .................................................           17
4.1 Anatomi sistem pencernaan .......................................................           17
4.2 Pemeriksaan kesegaran air susu..................................................           26
4.3 Pemeriksaan komposisi air susu  ................................................          31   
4.4 Pemeriksaan palsuan air susu......................................................           40
BAB V PENUTUP......................................................................................           44  
5.1 Kesimpulan ................................................................................           44
5.2 Saran...........................................................................................           44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................          45
LAMPIRAN ...............................................................................................          48


DAFTAR DAFTAR
Halaman
Gambar 1 Anatomi Pencernaan Kambing (ruminansia kecil) .......................        19     
Gambar 2 Rumen ..........................................................................................        22    
Gambar 3 Rutikulum.  ..................................................................................        23     
Gambar 4. Omasum ......................................................................................        24   
Gambar 5 Abomasum....................................................................................        25   
Gambar 6. Uji kekentalan air susu.................................................................        28   
Gambar 7. Proses penyaringan susu ..............................................................        29   
Gambar 8. Uji Reduktase dengan biru metilen .............................................         30
Gambar 9Laktodensimeter..........................................................................         32
Gambar 10. Pengukuran suhu dan skala laktodensimeter.............................         33 
Gambar 11.  Butyrometer..............................................................................         36
                                                                               


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan kesegaran air susu kelompok  5..........................         27    
Tabel 2. Perbandingan hasil pemeriksaan kesegaran air susu ........................        31     
Tabel 3. Pengukuran Berat jenis ...................................................................        33     
Tabel 4.  Hasil Pengukuran Bahan Kering ....................................................        34
Tabel 5.  Hasil praktikum Mikrobiologi susu.................................................        39
Tabel 6. Hasil pengamatan pemeriksaan palsuan air susu .............................        40
Tabel 7.  Hasil Pembuktian Penambahan Santan ..........................................        42  
            DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran  1 Dokumentasi..............................................................................         48
Lampiran  2 Perhitungan ...............................................................................         49  



































                                                             BAB I        
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordoArtiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Sistem pencernaan (tractus digestivus) ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan, menggiling, mencerna dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang berbentuk padat. Sistem pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi, membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme. Ternak ruminansia juga ada yang dapat menghasilkan produksi susu yang lebih dari yang dapat dikonsumsi anaknya selama masa laktasi yang dikenal dengan sebutan ternak perah.
Ternak perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu nelebihi kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu.            Sapi adalah produsen utama air susudunia yang mampu memproduksi 91% dari produksi susu dunia. Air susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh manusia. Air susu merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak ditambahkan sesuatu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Kesegaran susu adalah uji sensorik/uji organoleptik, Uji kebersihan dengan metode Saring, uji alkohol, dan uji didih/masak serta uji reduktase dengan biru metilen.
Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan tentang perikehidupan makhluk-makhluk kecil yang hanya kelihatan dengan mikroskop makhluk-makhluk kecil itu disebut dengan mikroorganisme, mikroba, protista atau jasad renik. Peran mikroorganisme didalam kehidupan ternak dan manusia ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu nutrient, tersedianya air, pengaruh suhu, pengaruh konsentrasi ion Hidrogen (pH), dan pengaruh oksigen.
            Pemalsuan pada susu yang sangat mudah dijumpai adalah dengan menambahkan susu dengan air. Hal ini akan menambah  volum dari susu tersebut dan susu akan dihargai dengan sedikit lebih mahal. Selain penambahan air, peningkatan volum susu juga  dapat dilakukan dengan penambahan air tajin, susu kaleng, santan , bahkan soda kue. Pemalsuan dengan menggunakan susu kaleng emmiliki kelebihan diantaranya bau yang harum susu serta warna yang relatif tidak jauh berbeda dengan susu asli. Selain untuk menambahkan volum, pemalsuan juga digunakan untuk mempertahankan sifat susu. Pemalsuan seperti ini dilakukan dengan penambahan larutan formalin ke dalam susu.
            Didalam susu mentah banyak sekali terdapat enzim-enzim seperti enzim periksodase yang bisa terurai dengan dilakukan pemanasan pada suhu diatas 750C dapat membebaskan oksigen dari larutan peroksida yang ditambahkan kedalam susu, oksigen yang terdapat dalam susu ini akan bersenyawa dengan zat pemulas sehingga menyebabkan warnanya menjadi berubah.
            Santan seringkali memberikan beberapa masalah khusus bagi para ahli teknologi pangan, karena santan tidak dapat disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap produk lain. Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi (penggumpalan) jika dipanaskan di atas suhu 80°C, dan aroma (flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang. Oleh karena itu, untuk pengawetan jangka panjang santan perlu distabilkan dengan penambahan emulsifier dan stabilizer yang sesuai diikuti dengan homogenisasi untuk mereduksi ukuran globula lemak. Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri pathogen yang mudah tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penangannya tidak memperhatikan kebersihan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan praktikum produksi ternak perah adalah bahwa mahasiswa lebih mengerti dan memahami tentang bagai mana anattomi sistem pencernaan kambing,  tekstur ataupun keamanan susu yang layak konsumsi dengan berbagai cara seperti mengetahui warna, bau, rasa dan konsistensi dengan menggunakan panca indra; untuk melihat kotoran yang terdapat didalam susu yang tidak terlihat oleh mata, untuk mengetahui ph susu, untuk mengetahui uji daripada reduktase dengan metilen.
Mampu menjelaskan dan mengetahui bagaimana cara pengukuran zat makanan yang  terkandung pada susu, untuk mengetahui jumlah pertumbuhan mikroba pada susu yang sudah dicampur dengan beberapa pelarut, dengan menggunakan metode tuang, metode sebar, dan metode gores yang dilihat dibawah mikroskop, dan mengetahui qualitas dari pada susu, serta diharapkan agar praktikan mengetahui susu yang baik/ yang bagus dan yang layak untuk dikonsumsi bagi masyarakat. Mampu menjelaskan bagaimana cara  memeriksa kualitas susu dan mengetahui kemurnian susu yang baik serta memahami apa yang yang terjadi apabila susu tersebut mengalami pemalsuan seperti penambahan air pada susu, penambahan santan pada susu, penambahan pati pada susu, penambahan susu masak dan penambahan formalin pada susu serta mengetahui bagaimana cara kerja dari percobaan yang dilakukan  dan mengetahui hasil akhirnya.
            Manfaat yang dapat kita peroleh dari praktikum ini adalah dengan adanya hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat digunakan sebagi titik acuan dan bahan perbandingan didalam menjawab segala permasalahan tentang ternak perah tersebut, dan juga sebagai masukan bagi kita semua di dalam mata kuliah Produksi Ternak Perah, dan menjadi syarat di dalam memenuhi tugas praktikum dan mata kuliah Produksi Ternak Perah. Serta dari praktikum ini kita dapat mengetahui bagaimana anatomi system pencernaan ternak ruminansia dan apa saja fungsi dari setiap bagiannya, mengetahui cara pemeriksaan kesegaran susu, komposisi susu, moikrobiologi susu, dan pemalsuan susu. Tentunya banyak sekali hal bermanfaat yang dapat diperoleh selama melaksanakan praktikum ini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Menurut Anonim (2000), penambahan air pada susu merupakan cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada kasus pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 (SNI 01-3141-1998), maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan air. Susu yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada susu.
            Menurut Anonimus (2004), produk susu dinyatakan rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi apabila dalam susu tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi asam, busuk, tidak segar dan susu menggumpal atau memisah. Untuk produk susu cair, perubahan warna biasanya menunjukkan indikasi awal kerusakan produk, yaitu adanya pertumbuhan bakteri dan peningkatan asam. Produk seperti ini sebaiknya tidak dikonsumsi .
            Menurut Arora (2005), lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan dan peragian.
            Menurut  Bali (2011), mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non protein nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi dalam rumen, generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas tinggi.
Menurut Bastianelli dan Bas (2002), keamanan pangan asal ternak juga berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan pada ternak.
Menurut Bearkley (2000), apabila susu makin encer maka Laktodesimeter akan lebih dalam masuknya ke dalam susu dengan demikian berat jenis susu menjadi turun atau lebih rendah dari pada standar.  
            Menurut Biologigonz (2010), retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi.
            Menurut Blakely (2001),  proses pencernaan fermentative ini tidak lepas dari peranan mikroba rumen. Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat, protein, dan lemak menjadi asam lemak atsiri VFA (Volaltyl Fatty Acid), NH3 (amonia), gas karbondioksida (CO2) dan gas methan (CH4). Amonia digunakan untuk membangun sel mikroba, VFA (Volatyl Fatty Acid)  akan diserap langsung dalam rumen dan retrikulum untuk dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energy, gas methan dan oksigen dikeluarkan melalui proses eruktasi .         
            Menurut Blakely (2001), abomasum merupakan bagian keempat yang disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis tinggi.
            Menurut Blakely (2001), ternak kambing berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu reticulum, rumen, dan omasum.
            Menurut Brody (2002), dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi tersebut dipanaskan.
            Menurut Buckle (2003),   endapan halus pada dinding tabung maka sampel susu tersebut asam dan hasil uji positif bahwasannya molekul susu sudah pecah. Hal ini disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang bersifat labil.
            Menurut Dudee (2009), walaupun memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%.
            Menurut Dudee (2009), hewan memamah biak  (ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah makanannya sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut,  makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus.
            Menurut Fardiaz (2002), waktu reduksi yaitu perubahan warna biru menjadi putih dianggap selesai jika empat perlima bagian sampel susu telah bewarna putih .
            Menurut Fardiaz (2003), Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu : Metode tuang (pour plate), Metode permukaan (surface / spread plate). 
            Menurut Farmansyah (2003), metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu: Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
            Menurut Fazri (2002), warna susu segar berkisar dari putih kebiruan sampai kuning keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah lemak/ padatan dalam susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque).
            Menurut Fendrikus (2004), pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan. 
            Menurut Frandson (2002), pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila warna kuning berarti negatif .
            Menurut Gregorius (2001), susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna.
            Menurut Gusriyanti (2006), mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja. Untuk dapat mengetahui mikroba yang terdapat didalam susu, dibutuhkan media yang steril.
            Menurut Hadiwiyoto (2005),  peningkatan reduksi susu disebabkan oleh bakteri tumbuh dalam susu memerlukan oksigen dan menghasilkan subtansi-subtansi pereduksi yang   memungkinkan penurunan perbedaan kekuatan oksidasi reduksi tersebut sampai nilainya menjadi negatif. Kecepatan penurunanya tergantung jumlah dan macam bakteri serta dipengaruhi metabolisme dalam sel bakteri.
            Menurut Judkins dan Keener (2006), penentuan kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak susu dan memiliki kadar lemak 3,7% menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).
Menurut Kanisius (2001),  susu dalam golongan normal, karena untuk susu sapi berat jenisnya diatas 1,027.
            Menurut Mazer, R.T (2004), air susu yang dihasilkan melalui suatu proses sekretarit sejati air susu awal pemerahan mengandung lemak kadar rendah. Kadar lemak susu tersebut mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari lemak nabati.
            Menurut Melly (2011), ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak, Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian yang disebut cad, keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut juga cudding. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan.
             Menurut Melly (2011), hewan memamah biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda dengan hewan karnivora dan omnivora.
            Menurut Mozes (2001), metode hitungan cawan yaitu metode tuang dan sebar merupakan metode paling sensitive dalam menetukan jumlah mikroba karena hanya sel yang hidup yang di hitung.
            Menurut Muhammad (2001), apabila terjadinya penambahan air pada susu akan mengakibatkan berat jenis dan kadar lemaknya menjadi menurun sehingga mengakibatkan kualitas susu menjadi berkurang.
            Menurut Parrokasi, A.(2003), santan memiliki kandungan lemak nabati yang tinggi dimana bentuk dan ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi pencampuran dari kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan meningkat.
            Menurut Partodihardjo (2003), penambahan air kedalam susu, maka berat jenis, kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati 0 ( nol ).
            Menurut Rachmawan (2001),   susu segar yang normal berasa agak manis karena mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan dengan keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar klorida
            Menurut Ressang dan Nasution (2000),  kerusakan air susu terjadi apabila telah menunjukkan penyimpangan yang melebihi batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasanya digunakan.
Menurut Ressang dan Nasution (2004), kadar lemak air susu normal adalah antara 3,3 – 3,9%. Ketidaknormalan dikarenakan adanya kerusakan pada lemak susu. Hasil dari pemeriksaan kadar lemak pada praktikum bernilai dibawah nilai standar, jadi susu segar maupun susu simpan telah mengalami kerusakan pada lemak susu.
Menurut Sarwono (2003), kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "bulan sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar.
Menurut Setyohadi, dkk., (2003), angka reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna biru metilen menjadi putih, yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik dengan jumlah organisme yang ada Uji reduksi dapat menunjukkan tingkat kegiatan bakteri sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat dicerna dan tidak untuk kegunaan tertentu.  
Menurut Shiddieqy (2008), secara fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar ambing sebagai makanan dan proteksi imunologis (immunological protection) bagi bayi mamalia. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983 dijelaskan, susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi.
            Menurut Siregar (2000), bahwa untuk menghitung jumlah mikroba yang hidup dalam susu dengan cara ditumbuhkan dalam media agar sehingga dapat langsung dilihat.
            Menurut Soemarno (2004), bahwa bau/ aroma/ flavour susu segar adalah khas bau susu, karena adanya kandungan asam volatile dan lemak dalam susu. Selain itu, kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida yang rendah diduga menyebabkan susu berbaru seperti garam. Penyimpangan bau susu sepeeti bau asam, bau kotoran, bau pakan, dan bau obat – obatan dapat timbul karena penanganan yang kurang baik.
            Menurut Sudono (2001),  susu sapi merupakan air susu pemerahan yang berkualitas tinggi, rasa manis dan tidak dicemaari bau, kotoran dan obat-obatan serta warnanya putih kekuning-kuningan.
            Menurut Sudono (2005),  cita rasa makanan lain yang mungkin dimakan oleh sapi perah betina akan masuk ke dalam susu dan lemak susunya.
            Menurut Suhendar dkk., (2008), kadar laktosa dalam air susu dapat dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian laktosa atau susu dapat menyebabkan mencret atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang tidak tahan terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim lactase dalam mukosa usus.
            Menurut Wahyudi (2006), air susu merupakan  suspensi alam antara air dan bahan terlarut didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak didalam air susu adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air susu. Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega, keju, krim, susu kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak.
            Menurut Yamamoto (2004) dan Jaser (2000),  uji didih merupakan  suatu uji yang mana susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai susu tersebut mendidih kemudian dilakukan suatu penilaian yang mana penilaian ini dilakukan dengan melihat keadaan dari susu tersebut apakah tetap homogen atau pecah seperti butir-butiran. Bila terdapat butir-butiran dan susu tidak homogen berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif. Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik (normal) dan uji negative.


BAB III
MATERI DAN METODA
3.1 Waktu dan tempat
            Kegiatan praktikum ini dilaksanakan setiap hari Kamis mulai tanggal 22 Oktober sampai 26 November 2015, pada pukul 15.00 WIB s/d selesai di Laboratorium Gedung C Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
3.2 Materi
            Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum Anatomi alat pencernaan, Pemeriksaan Kesegaran Susu, Pemeriksaan Komposisi Susu, Pemeriksaan Mikrobiologi Susu, dan Pemeriksaan Pemalsuan Susu ialah Cutter 2 buah, Terpal berukuran 1 x 1 m, ember, sarung tangan, Tabung Reaksi, Penjepit Tabung Reaksi, Gelas Becker, Pipet 10 ml, Pembakar Bunsen, Botol 100 ml, Kertas Saring, Corong, Tabung Erlemeyer, pH meter digital, Tabung Reduktase, Penangas Air, dan Pipet ( 1 ml dan 25 ml ), yaitu Laktodesimeter, Termometer, Gelas Ukur ( 100 ml dan 250 ml ), Labu Erlemeyer ( 250 ml dan 500 ml) Timbangan Analitik skala 0,1 mg, Oven temperatur 102o C, Eksikator, Cawan Gelas dengan penutup diameter 5 cm, Butyrometer, Pipet Otomat ( 1 ml ± 0,05 ml dan 10 ml ), Pipet khusus susu 10,75 ml, Sentrifus, Gelas Becker, Buret, Media PCA ( Plate Count Agar ), Botol 150 ml atau tabung Reaksi 20-50 ml steril, Pipet Steril ( 1 ml, 5 ml, 10 ml, dan 11 ml ), Penyedot Pipet, Cawan Petri Steril, dan Inkubator.
3.3 Metoda
a. Anatomi alat pencernaan
            Adapun metoda dalam praktikum Anatomi Saluran Pencernaan yaitu praktikan diminta untuk mendengarkan dan memperhatikan asdos menjelaskan bagian-bagian dari saluran pencernaan serta fungsinya, kemudian praktikan diminta untuk menjelaskan kembali apa yang telah disampaikan asdos dan diberi beberapa pertanyaan secara lisan.


b. Pemeriksaan Kesegaran Susu
            Adapun cara yang digunakan pada pemeriksaan kesegaran susu ini yaitu pada Uji Sensorik atau uji Organoleptik yaitu terlebih dahulu masukkan 5-10 ml sample susu kedalam tabung reaksi. Amatilah warna susu tersebut : bila warna putih susu berarti susu tersebut normal (baik), bila berwarna biru berarti susu tersebut dicampur dengan air, bila berwarna kuning berarti susu tersebut banyak mengandung karoten, bila berwarna merah berarti pada susu tersebut terdapat darah.
            Mengamati bau dari susu dengan cara yaitu terlebih dahulu sample susu diambil dengan alat pengambil sample dan dimasukkan kedalam botol ukuran 100 ml dan diisi ¼ – 1/3 penuh. Tutup botol tersebut dengan sumbat yang tidak berbau. Simpan dalam suhu rendah. Sebelum diuji masukkan botol tersebut dalam penangas air (35-400C) atau pembakar Bunsen sampai hangat. Sambil mengangkat tutup botol, uji bau dapat dilakukan. Bedakan bau susu sebelum dipanaskan dengan susu yang sudah dipanaskan. Pada Uji Kekentalan yaitu terlebih dahulu dilakukan dengan memiringkan tabung reaksi, kemudian ditegakkan kembali. Perhatikan susu yang membasahi dinding tabung.  Menguji Rasa dari susu : dengan cara meneteskan susu ketelapak tangan dan dicicipi. Bila agak manis berarti susu tersebut normal (baik). Bila pahit berarti sudah terjadi pembentukan peptone. Bila rasa sabun berarti terkena mastitis. Bila rasa lobak berarti terkena kuman coli. Bila rasa pahit dan asin berarti kolostrum.
            Pada pengukuran pH dengan pHmeter air susu diberkan dua perlakuan. Pertama, 100 ml susu + 2 tetes alcohol 68%, dan yang kedua 50 ml susu + 50 ml air setelah dicampur secara omogeny, kemudian Ph susu diukur menggunakan pHmeter digital.
            Pada Uji Kebersihan dengan Metoda Saring  terlebih dahulu homogenkan 500 ml sample susu. Tuangkan sample susu secara perlahan – lahan melalui dinding corong, pada mulut corong telah terpasang kertas saring. Susu ditampung dalam tabung Erlenmeyer. Setelah kertas saring dilepaskan, amati kotoran yang tertinggal dikertas saring tersebut. Kotoran dapat berupa bulu, potongan rambut, pasir, feces dan lain-lain. Untuk lebih jelas, masukkan kertas saring dalam incubator atau lemariagar kering. Periksalah kotoran yang tampak pada kertas saring dan nilailah banyaknya kotoran dan jenis kotoran yang tampak.
            Pada Uji Alcohol  yaitu terlebih dahulu masing-masing Tabung reaksi diisi 3 ml air susu, pada tabung 1 ditambahkan 3 ml alcohol 68 %,tabung 2 ditambahkan 70 %, tabung 3 ditambahkan 3 ml alcohol 75 %, tabung 4 ditambahkan 3 ml 96 %. Masing-masing tabung dikocok dan diamati. Bila susu pecah maka susu tersebut asam dan hasil uji positif. Sedangkan bila susu tidak pecah dan tetap omogeny, hasil uji dinyatakan negative dan susu normal (baik).
            Pada Uji Didih / Uji Masak yaitu terlebih dahulu masukkan 5 ml susu kedalam tabung reaksi dan panaskan sampai mendidih, bila terdapat butiran dan susu tidak omogeny berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif, bila susu tetap omogeny berarti susu masih baik dan hasil uji negative.
            Pada Uji Reduktase dengan Biru Metilen yaitu terlebih dahulu masukkan 1 ml larutan biru metilen kedalam tabung reduktase, tambahkan sample susu sampai batas lingkaran. Tutup tabung tersebut dengan sumbat, lalu campurkan sehingga warna biru merata. Masukkan tabung kedalam penangas air selama 4-4,5 jam,penangas air selama 5 menit untuk menghangatkan, kemudian dimasukkan kedalam incubator. Reaksi ditunggu sampai seluruh warna biru hilang.
c. Pemeriksaan Komposisi Susu
            Adapun cara kerja yang dilakukan pada pengukuran Berat Jenis yaitu terlebih dahulu sample susu dihomogenkan dengan cara memindahkan dari satu erlemeyer ke erlemeyer yang lain berulang-ulang. Secara hati-hati sample susu dituangkan kedalam gelas ukur melalui dindingnya agar tidak berbentuk buih. Laktodensimeter dicelupkan kedalam sample susu secara perlahan-lahan, biarkan timbul dan tunggu sampai laktodensimeter berhenti bergerak selama 1 menit. Baca skala yang tertera. Setelah pembacaan selesai, catat suhu temperature laktodensimeter dan ukur suhu sample susu dengan thermometer. Ulangi sebanyak 2-3 kali. Angka yang diperoleh di rata-ratakan. Skala yang dibaca pada laktodensimeter menunjukkan decimal 2 dan 3. Decimal ke-4 dikira-kirakan. Contoh : skala 27 berart BJ = 1,0270, skala 2,35 berarti BJ = 1,0235. Suhu sampel susu harus diantara 20-30˚C, kemudian disesuaikan dengan susu 27,5˚C.

Keterangan :
a  : suhu susu terukur
b : suhu tera laktodensimeter
0.0002  : koefisien muai susu
            Pada pengukuran Kadar Bahan Kering yaitu terlebih dahulu keringkan cawan dan tutpnya dalam oven selama 10 menit. Setelah itu, masukkan cawan kedalam eksikator sampai suhunya sama dengan susu kamar. Timbang cawan beserta tutupnya. Masukkan 3 ml sample susu kedalam cawan. Timbang kembali cawan yang berisi sample beserta tututpnya. Masukkan cawan kedalam oven dan letakkan tutup cawan disampimg cawan. Biarkan selama 1 jam, setelah itu keluarkan dari oven dam masukkan cawan yang telah ditutup kembali eksikator. Setelah cawan dingin,timbanglah cawan beserta tutupnya. Masukkan kembali cawan kedalam oven, keringkan selama 1 jam, setelah itu masukkan kembali kedalam eksikator sampai dingin.timbang kembali cawan tersebut. Lakukan prosedur sampai tercapai berat konstan.
             
Keterangan :
G1 : berat cawan dan tutupnya
G2 : berat cawan, tutup dan sampelnya
G3 : berat cawan, tutupnya, dan bahan kering.
Beda pengukuran ulang susu adalah 0.05%
            Pada pengukuran Kadar Lemak dengan Metode Gerber yaitu terlebih dahulu masukkan 10 ml H2SO4 pekat kedalam butyrometer. Melalui dinding butryrometer, masukkan 10,75 ml sample susu secara hati-hati dan 1 ml amil alcohol. Butyrometer disumbat sampai rapat,kemudian dikocok dengan arah angka delapan selama 3-5 menit agar bagian-bagian didalamnya tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan, masukkan butyrometer kedalam sentrifus dan pasang sentrifus pada 1200 rpm selama 5 menit. Kemudian masukkan butyrometer didalam penangas air adalah bagian yang ada sumbatnya dibawah dan bagian yang ada skalanya diatas. Baca skala yang tertera pada butyrometer.
            Pada pengukuran Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), persentase BKTL dapat dihitung menggunakan rumus Herz-Henkel, yaitu:
atau
BKTL% = BK -KL
Keterangan:
BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak
KL       = Kadar Lemak
Ld20   = Skala Laktodensimeter pada 20˚C
0,48     = Konstanta jika Berat Jenis diukur pada suhu 20˚C. Jika Berat Jenis diukur pada sampel yang dipanaskan 40˚C, maka konstanta yang digunakan 0,63.
            Pada pengukuran Kadar Protein Metode Titrasi Formol yaitu terlebih dahulu masukkan 10 ml susu kedalam erlemeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml aquades serta 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh dan 1 ml phenolphtalin 2% lalu diamkan selama 2 menit. Kemudian titrasi campuran tersebut dengan NaOH 0,1 N sampai mencapai warna standar atau warna merah muda. Warna standar: 10 ml susu + 10 ml aquades + 0,4 ml kalium oksalat jenuh + 1 tetes indicator rosanilin klorida. Setelah warna tercapai tambahkan 2 ml larutan formalin dan titrasi kembali dengan NaOH sampai warna standar tercapai lagi. Buatlah titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades + 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh + 1 ml indicator phenolpthalin + 2 ml larutan formalin dan titrasi dengan larutan NaOH.
d. Pemeriksaan Mikrobiologi Susu
            Adapun cara kerja pada perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan metoda hitung cawan salah satunya Pada metode tuang yaitu terlebih dahulu beri label pada botol atau tabung reaksi yang berisi larutan pengencar dan cawan Petri. Lakukan pengenceran sample secara omogen. Ambil sample 0,1 ml dan masukkan kedalam cawan Petri. Tuangkan media agar cair sebanyak 12-15 ml untuk setiap cawan Petri. Selama penuangan media tutup cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar. Setelah penungan media agar cair, goyangkan cawan membentuk angka 8 diatas meja untuk menyebarkan sel mikroba. Biarkan sampai media agar memadat. Setelah agar memadat,masukkan cawan Petri kedalam incubator dengan posisi terbalik selama 24-36 jam pada suhu 30-320C. hitung jumlah koloni yang terdapat pada agar dan laporkan sebagai jumlah koloni per ml.
            Pada metode sebar / permukaan yaitu terlebih dahulu tuangkan 15 ml agar cair kedalam cawan Petri dan biarkan memadat. Pipet sample yang sudah diencerkan 0,1 ml dan tuangkan diatas agar yang sudah memadat. Sebarkan larutan sample keseluruh permukaan adar dengan menggunakan ose bengkok. Biarkan sampel homogeny selama 15 menit, kemudian cawan Petri dibalik dan diikubasi selama 24-48 jam pada suhu 30-320C. lakukan perhitungan koloni yang terdapat dalam agar.
            Koloni per  ml  = Jumlah koloni x
e. Pemeriksaan Pemalsuan Susu
            Adapun cara kerja pada pembuktian Penambahan air kedalam susu dilakukan melalui pengukuran berat jenis.berat jenis normal susu berkisar antara 1,0280-1,032, dengan penambahan air atau whey, maka berat jenis akan turun.
            Pada pembuktian Penambahan Santan secara Mikroskopik : bersihkan sebuah gelas objek. Teteskan   1 tetes susu dan tutup dengan gelas penutup, hindari terbentuknya gelembung udara. Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obkektif 10x45x, tampak butir-butir lemak susu omogeny, sedangkan butir-butir lemak nabati lebih besar dari butir lemak susu.
            Pada pembuktian Penambahan Pati : masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung reaksi,tambahkan 0,5 ml asam acetate. Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring. Kedalam filtrate teteska 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka warna feltrate menjadi biru. Bila bewrna kuning artinya negative,apabila warna hijau reaksi diragukan.



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Anatomi Sistem Pencernaan
            Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordoArtiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak.
             Kambing  merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "Bulan sabit yang subur" dan Turki) dan Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar. Umumnya, kambing mempunyai janggut, dahi cembung, ekor agak ke atas, dan kebanyakan berambut lurus dan kasar.
            Sistem pencernaan (tractus digestivus) ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan, menggiling, mencerna dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang berbentuk padat. Sistem pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi, membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme. Pencernaan merupakan rangkaian proses yang terjadi dalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan.
             Dudee (2009), menyatakan  hewan memamah biak  (ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah makanannya sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut,  makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus.
            Menurut  Melly (2011),  ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak, Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian yang disebut cad, keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut juga cudding. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan.
             Melly  (2011), mengatakan bahwa hewan memamah biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda dengan hewan karnivora dan omnivora. Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "bulan sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar (Sarwono, 2003).
            Ternak kambing berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu reticulum, rumen, dan omasum ( Blakely, 2001).  Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan bahwa saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral), kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum; ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum), kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan dan peragian (Arora, 2005).
            Sebagian besar bahan pakan mengandung campuran nutrient yang terdiri atas protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air. Zat–zat gizi organik ini terdapat dalam bentuk yang tidak larut sehingga harus dipecah menjadi senyawa–senyawa kecil sebelum mereka dapat masuk melalui dinding saluran pencernaan untuk kemudian diedarkan kedalam darah atau saluran limfe. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan pakan di dalam alat pencernaan, proses pencernaan ternak ruminansia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pencernaan mekanik, hidrolik dan  fermentative.  Proses pencernaan fermentative inilah yang merupakan proses khas yang terjadi dalam saluran pencernaan ruminansia yang membedakannya dengan proses pencernaan pada non ruminansia.
Description: D:\me\IMG_20151022_150606.jpg
Gambar 1. Anatomi Pencernaan Kambing (ruminansia kecil)
            Pencernaan adalah proses perubahan senyawa–senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dengan molekul zat makanannya. Proses pencernaan berupa fermentasi yang terjadi sebelum usus halus pada ternak ruminansia mendatangkan keuntungan dan kerugian Keuntungan yang diperoleh dengan terjadinya fermentasi sebelum usus halus antara lain produk fermentasi mudah diserap usus, dapat mencerna selulosa dan  dapat menggunakan non–protein nitrogen seperti urea. Kerugian yang dialami antara lain banyak energi yang terbuang sebagai gas methan dan panas, protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3 (amonia) sehingga terjadi penurunan nilai protein, ternak ruminansia peka terhadap ketosis atau keracunan asam.
            Proses pencernaan fermentative ini tidak lepas dari peranan mikroba rumen. Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat, protein, dan lemak menjadi asam lemak atsiri VFA (Volaltyl Fatty Acid), NH3 (amonia), gas karbondioksida (CO2) dan gas methan (CH4). Amonia digunakan untuk membangun sel mikroba, VFA (Volatyl Fatty Acid)  akan diserap langsung dalam rumen dan retrikulum untuk dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energy, gas methan dan oksigen dikeluarkan melalui proses eruktasi ( Blakely,2001 ).
            Berikut gambaran proses pencernaan baik kimiawi maupun mekanis dan bagaimana ternak memanfaatkan bahan makanan berserat kasar tinggi, perlu diketahui dahulu sistem pencernaan serta fungsi bagian-bagian dari alat pencernaan tersebut, khususnya rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
a. Mulut
            Pengambilan pakan  oleh mulut dan lidah disebut prehensi. Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral.
            Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol. Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2. Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%.
Fungsi saliva:
   a. membantu penelanan
   b. buffer (ph 8,4 – 8,5)
   c. suplai nutrien mikroba (70% urea)
b. Esophagus
           Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung. Makanan tersebut melewati esophagus kira-kira 7-8 detik. Proses penelanan pertama kali  disebut degluitasi dan penelanan ke 2 disebut redegluitasi.
c. Rumen        
            Bagian sistem pancernaan ruminansia yang paling berperan besar adalah rumen. Rumen berupa suatu kantung muskular yang besar yang terentang dari diafragma menuju pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal. Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. 
            Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri adalah: (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). 
            Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichs yang  mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna. 
            Jumlah bakteri rumen mencapai 1010-11. Jumlah protozoa mencapai 105-6­. Fungi berjumlah 10­2-3. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Isi rumen dan retikulum cenderung membentuk tiga lapisan. Lapisan yang paling bawah (paling ventral) terdiri terutama dari cairan yang berisi bahan-bahan yang setengah tercerna, termasuk biji-bijian. Lapis tengah adalah partikel - partikel makanan paling akhir masuk ke dalam rumen dan belum tercelup sepenuhnya. Lapis yang paling dorsal terutama terdiri dari gas karbondioksida dan metan, yang diproduksi terus menerus oleh mikroba.
            Kapasitas rumen pada ternak ruminansia dewasa mencapai 80% dari total kapasitas perut ruminansia, sedangkan pada ternak ruminansia baru lahir perkembangan rumen belum sempurna kapasitasnya sekitar 30%. Oleh sebab itu pada anak ternak ruminansia yang baru lahir belum diberikan pakan yang berserat karena masih belum ada pencernaan fermentatif dan mikroba rumen belum tumbuh.
            Pencernaan pada ternak ruminansia yang baru lahir hanya berupa pencernaan enzimatik. Namun setelah ternak tersebut berumur dua bulan ukuran rumen sudah baik dan mikroba rumen sudah dalam jumlah yang cukup untuk mencerna bahan berserat.  Mikroba pada rumen merupakan mikroba yang berasal dari susu yang diberikan induk saat masa menyusui maupun mikroba yang berasal dari bahan lain.
Description: D:\cow_rumen.jpg 
Gambar 2. Rumen
            Jumlah mikroba rumen terbesar adalah bakteri. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi cairan rumen. Adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Menurut (Bali, 2011),  Mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non protein nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi dalam rumen, generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas tinggi. Fitur-fitur ini memungkinkan ternak untuk berkembang pada rumput danvegetasi lainnya.
d. retikulum
            Retikulum sering disebut sebagai perut jala atau hardware stomach. Fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur.
            Fungsinya sebagai  tempat fermentasi, membantu proses ruminasi, mengatur arus ingesta ke omasum, absorpsi hasil fermentasi dan  tempat berkumpulnya benda-benda asing.
Description: D:\cow_reticulum.jpg
Gambar 3. Retikulum
            Rumen dan reticulum sering dipandang sebagai organ tunggal disebut sebagai retikulo-rumen yang merupakan tempat terjadinya pencernaan fermentative sekaligus  penyerapan dan penjaringan benda-benda asing yang masuk ke rumen bersamaan dengan pakan. Retikulum ini mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam  rumen dan mengalirkan ingesta kedalam omasum. Retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi ( Biologigonz, 2010 ).
e. omasum
            Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Omasum merupaka suatu organ seferis yang terisi oleh lamina muskuler yang turun dari bagian dorsum atau bagian atap. Membrana mukosa yang menutupi lamina, ditebari dengan papile yang pendek dan tumpul yang akan menggiling hijauan atau serat - serat sebelum masuk ke abomasum (perut sejati). Omasum letaknya disebelah kanan rumen dan retikulum persis pada posisi kaudal hati. Omasum domba dan kambing jauh lebih kecil dibandingkan omasum sapi dalam keadaan normal tidak menyentuh dinding abdominal ruminansia kecil itu.]
            Omasum hampir terisi penuh oleh lamina dengan papila yang meruncing yang tersusun sedemikian rupa sehingga makanan digerakkan dari orifisium retikulo-omosal, di antara laminae, dan menuju ke orifisium omaso-abdomosal. Setiap laminae mengandung tiga lapis otot, termasuk suatu lapis sentral yang berhubungan dengan dinding otot dari omasum, serta suatu lapis mukosa muskularis yang terletak pada tiap sisi dari otot sentral.
Description: D:\IMG_20151129_143918.JPG
Gambar 4. Omasum
                        Dasar omasum seperti juga halnya lembaran - lembaran (lipatan - lipatan) ditutupi oleh epitel squamosa berstrata. Pada pertautan antara omasum dan abomasum terdapat suatu susunan lipatan membrana mukosa ‘vela terminalia’ yang barang kali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum menuju ke omasum, sedangkan pada domba merupakan bagian dari abomasum. Omasum merupakan bagian ketiga lambung ternak kambing yang menghubungkan retikulorumen dan abomasums.
f. Abomasum
            Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal orifice adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Pernyataan ini sesuai dengan (Blakely, 2001), bahwa Abomasum merupakan bagian keempat yang disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis tinggi.
            Ph pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Fungsi: Tempat awal pencernaan enzimatis (perut sejati) → Pencernaan protein dan mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum.
Description: F:\IMG_20151129_143823.JPG
Gambar 5. Abomasum
g. Usus halus (intestinum tenue)
            Usus halus (intestinum tenue) berfungsi dalam pencernaan enzimatis dan absorpsi Kedalam usus halus masuk 4 sekresi: Cairan duodenum : alkalis, fosfor, buffer. Cairan empedu   : dihasilkan hati, K dan Na (mengemulsikan lemak),   mengaktifkan lipase    pankreas, zat warna. Cairan pancreas   : ion bikarbinat untuk menetralisir asam lambung dan  cairan usus.
            Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum, berdasarkan pada perbedaan - perbedaan struktural histologis/mikroskopis.
            Deudenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat dengan dinding tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu mesoduodenum. Duktus yang berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian pertama dari duodenum. Duodenum meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah kaudal pada sisi kanan menuju ke ‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang ke sisi kiri di belakang akar dari mesenteri besar dan membelok ke depan untuk bergabung dengan jejunum. Saluran yang berasal dari hati dan saluran pankreas, menyatu ke dalam duodenum, pada jarak yang pendek di belakang pilorus.
            Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum bermula dari kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang (pada duodenum mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan tidak ada batas yang jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum. Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukaan ileal).
h. Sekum dan kolon
            Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal (ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis). Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk spiral ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan kolon transversal. Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran pencernaan.
            Menurut Dudee (2009),  walaupun memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%. Di alam, kambing liar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan jenis pakan yang di kehendaki. Jumlah pakan minimal dan ragam pakan dapat terpenuhi sehingga terjadi keseimbangan dalam pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Kalau kebutuhan itu tidak tercapai, dengan sendirinya kambing berangsur-angsur gugur menghadapi seleksi alam.
i. Rectum
            Rectum  merupakan lubang tempat penampungan dan  pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Rectum bagi ternak kambing dalah tempat dimana feses dibentuk. Bentuknya berkelok-kelok dan seperti cetakan-cetakan kecil. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.
4.2 Pemeriksan Kesegaran Air Susu
Secara umum pemeriksaan susu adalah salah satu diantaranya pemeriksaan kesegaran dari pada kesegaran susu tersebut seperti uji warna, apakah warna susu tersebut mempunyai warna yang sesuai dengan susu asli atau tidak, dan juga bau susu tersebut, kekentalannya dan juga rasa dari pada susu tersebut sehingga susu tersebut dapat di produksi tubuh dengan cara kontinu.
 Komponen  susu tersebut seharusnya tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain sehingga mutu atau kualitas susu tersebut tetap terjaga. Pada umumnya bentuk susu yang baik yaitu berupa cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang tidak tembus cahaya, mempunyai rasa sedikit manis berasal dari laktosadan bau yang khasberasal dari lemak susu, bersih, dan kosistensinya homogen tanpa ada bentuk gumpalan. Sesuai dengan pendapat Gregorius (2001), bahwa susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan kesegaran air susu kelompok  5
Uji
Hasil
Uji Organoleptik atau Sensorik
Warna
Putih susu
Bau
Susu (sebelum) è susu (sesudah)
Kekentalan
Normal (kualitas baik)
Rasa
Sedikit manis (kualitas baik)
Uji kebersihan dengan metode saring
Bersih
Uji alcohol
Negatif
Uji didih/masak
Negatif
Uji reduktasi
1

4.2.1 Uji sensorik atau uji organoleptik
            Uji sensorik atau uji organoleptik cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap keaslian suatu produk. Prinsip kerjanya adalah untuk mengetahui warna, bau, kekentalan, rasa dan konsistensi menggunakan panca indera.
a.Uji Warna
Hasil yang didapat pada uji warna yaitu susu tersebut memiliki warna putih dan ini menandakan susu tersebut normal. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Fazri (2002), yang menyatakan bahwa warna susu segar berkisar dari putih kebiruan sampai kuning keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah lemak/ padatan dalam susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque). Dalam bentuk lapisan tipis, susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar lemak rendah atau susu yang sudah dipisahkan lemaknya berwarna kebiru – biruan. Warna putih susu lemak, kalsium kaseinat, dan koloid fosfat.
b.Uji Bau
Dari uji bau yang telah dilaksanakan didapatkan hasil susu tersebut dengan berbau susu seperti susu kental manis ini berati susu tersebut normal, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Soemarno (2004),  yang  menyatakan bahwa bau/ aroma/ flavour susu segar adalah khas bau susu, karena adanya kandungan asam volatile dan lemak dalam susu. Selain itu, kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida yang rendah diduga menyebabkan susu berbaru seperti garam. Penyimpangan bau susu sepeeti bau asam, bau kotoran, bau pakan, dan bau obat – obatan dapat timbul karena penanganan yang kurang baik. Oleh karena itu, setelah diperah susu dalam ember harus segera dibawa ke kamar susu agar tidak terkontaminasi oleh bau – bau disekitar kandang. Susu mudah menyerap bau – bauan dari sekelilingnya. Hal ini diakibatkan oleh sifat lemak dalam susu, yaitu oil in water type, terutama flavor yang tajan dan menyimpang.
c.Uji Kekentalan
Uji kekentalan dilakukan dengan memiringkan teabung reaksi,kemudian ditegakkan  dengan memiringkan tabung reaksi , lalu ditegakkan kembali dan hasil yang didapat adalah susu tersebut memiliki keadaan yang normal (tidak encer tidak pekat). Ini berarti susu tersebut berkualitas baik. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan  Sudono (2005),  yang menyatakan cita rasa makanan lain yang mungkin dimakan oleh sapi perah betina akan masuk ke dalam susu dan lemak susunya. Hal lain yang mempengaruhi konsentrasi susu adalah karena adanya penambahan air,gula,tepung dan lain-lain.
Description: IMG_20151105_155903.jpg
Gambar 6. Uji kekentalan air susu
d.Uji Rasa
        Adapun hasilnya adalah  susu tersbut memiliki  rasa agak manis berarti susu  tersebut memiliki rasa agak manis berarti susu tersebut normal. Hasil  ini sesuai dengan pernyataan  Rachmawan (2001),  yang menyatakan susu segar yang normal berasa agak manis karena mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan dengan keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar klorida
4.2.2 Uji Kebersihan dengan Metode Saring
        Adapun hasil yang diperoleh setelah dilakukan penyaringan adalah tidak terdapat sedikit pun kotoran baik  berupa gumpalan maupun butiran. Hasil  ini sesuai dengan pernyataan  Sudono (2001),  yang menyatakan susu sapi merupakan air susu pemerahan yang berkualitas tinggi, rasa manis dan tidak dicemaari bau, kotoran dan obat-obatan serta warnanya putih kekuning-kuningan.
Description: IMG_20151105_160650.jpg
Gambar 7.  Proses penyaringan susu
4.2.3 Uji Alkohol
            Adapun hasil yang diperoleh pada uji alkohol adalah susu pecah yang tidak  ditandai dengan endapan halus yang menempel pada dinding tabung  dan susu tersebut dinyatakan dalam keadaan baik dan uji dinyatakan negative. Hasil  ini kondisi ini bertenangan  dengan pernyataan Buckle (2003),  yang menyatakan endapan halus pada dinding tabung maka sampel susu tersebut asam dan hasil uji positif bahwasannya molekul susu sudah pecah. Hal ini disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang bersifat labil.
4.2.4 Uji Didih atau Uji Masak
            Adapun hasil yang diperoleh  pada uji didih adalah susu  tersebut setelah dipanaskan  tetap homogen yang ditandai dengan tidak adanya butiran-butiran dalam susu tersebut dan hasil ini sesuai dengan pernyataan  Yamamoto (2004) dan Jaser (2000) yang menyatakan bahwa uji didih merupakan  suatu uji yang mana susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai susu tersebut mendidih kemudian dilakukan suatu penilaian yang mana penilaian ini dilakukan dengan melihat keadaan dari susu tersebut apakah tetap homogen atau pecah seperti butir-butiran. Bila terdapat butir-butiran dan susu tidak homogen berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif. Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik (normal) dan uji negative.
4.2.5 Uji Reduktase dengan Biru Metilen
Adapun hasil yang diperoleh pada uji reduktase menggunakan biru metilen adalah belum terjadi  perubahan warna seperti yang diharapkan karena waktu yang diperlukan pada saat proses reduktase tidak mencukupi seperti yang seharusnya yaitu minimal 4 jam, hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Setyohadi, dkk., (2003) yang menyatakan angka reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna biru metilen menjadi putih, yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik dengan jumlah organisme yang ada Uji reduksi dapat menunjukkan tingkat kegiatan bakteri sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat dicerna dan tidak untuk kegunaan tertentu (Buckle, 2003).
Peningkatan reduksi susu disebabkan oleh bakteri tumbuh dalam susu memerlukan oksigen dan menghasilkan subtansi-subtansi pereduksi yang   memungkinkan penurunan perbedaan kekuatan oksidasi reduksi tersebut sampai nilainya menjadi negatif. Kecepatan penurunanya tergantung jumlah dan macam bakteri serta dipengaruhi metabolisme dalam sel bakteri  (Hadiwiyoto, 2005). 
Description: IMG_20151105_155214.jpg   Description: IMG_20151105_155522.jpg
Gambar 8. Uji Reduktase dengan biru metilen
            Salah satu cara untuk menghitung jumlah mikroorganisme di dalam suatu bahan secara langsung adalah dengan uji biru metilen. Dalam uji ini dapat diamati kemampuan bakteri di dalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen yang terlarut, sehingga menyebabkan penurunan kekuatan oksidasi reduksi dari campuran tersebut. Waktu reduksi yaitu perubahan warna biru menjadi putih dianggap selesai jika empat perlima bagian sampel susu telah bewarna putih (Fardiaz, 2002).
Tabel 2. Perbandingan hasil pemeriksaan kesegaran air susu
Metoda
Kel 6
Kel 7
Kel 8
Uji sensorik atau
oragnoleptik
Warna
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Bau
Susu
Susu
Susu
Kekentalan
Normal
Encer
Encer
Rasa
Agak manis
Agak manis
Manis
Uji kebersihan dengan metode saring
Bersih
Bersih
Bersih
Uji alcohol
Negative
Negative
Positif
Uji didih / masak
Negative
Normal
Normal alam
Uji reduktase dengan biru metilen
Satu
Satu
Satu
            Dari hasil pengamatan ini setiap kelompoknya mendapat hasilnya sama dan ada yang berbeda pula. Dari uji organoleptic susu yang diamati secara keseluruh dapat disimpulkan keadaan baik hanya saja dari hasil pengamatan kelompok 7 dan 8 pada uji kekentalan  mendapatkan hasil yang sedikit encer. Secara keseluruhan uji kebersihan menunjukkan susu tersebut berkualitas baik.
4.3 Pemeriksaan  Komposisi Air Susu
            Komposisi air susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya. Komposisi utama susu terdiri dari protein, lemak, laktosa, dan mineral. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya.
            Susu mengandung komposisi zat makanan yang vital dan penting bagi pertumbuhan tubuh. Komponen penyusun utama air susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin. Dalam 1 liter susu dapat menyediakan kebutuhan manusia perharinya berupa: Ca 100%, P 67%, Vitamin B2 66%, Protein 49%, Vitamin Alan 30%, Vitamin B1 27%, Vitamin C 19%, dan Fe 3%, sedangkan energinya kira-kira 20% untuk perharinya.
Secara fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar ambing sebagai makanan dan proteksi imunologis (immunological protection) bagi bayi mamalia. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983 dijelaskan, susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi (Shiddieqy, 2008). Pangan yang berasal dari ternak harus aman dengan memperhatikan keamanan dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut, sesuai dengan pendapat Bastianelli dan Bas (2002),  yang menyatakan bahwa Keamanan pangan asal ternak juga berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan pada ternak.
4.3.1. Pengukuran Berat Jenis Susu
Description: F:\Download\IMG-20120422-00509.jpg
Gambar 9Laktodensimeter
Pada pengukuran berat jenis kita menggunakan Bobot jenis ditera dengan suatu alat yang disebut laktodensimeter. Prinsip kerja alat ini berdasarkan hukum Archimedes yang menyatakan bahwa tiap benda yang dimasukkan  ke dalam zat cair, maka pada benda tersebut akan bekerja tekanan ke atas yang sama dengan berat cairan yang dipindahkan oleh alat tersebut. Setelah sample susu dihomogenkan dengan memindahkan susu dari erlemeyer yang satu ke erlemeyer yang lain secra berulang-ulang, kemudian dituangkan pada kedalam gelas ukur secara hati-hati agar tidak timbul buih lalu dicelupkan laktodensimeter secara perlahan-lahan sampai laktodensimeter itu berhenti bergerak dan setelah itu catat suhu yang tedapat pada laktodensimeter dan diukur dengan thermometer.
Tabel 3. Pengukuran Berat jenis
Kelompok
°t awal
°t akhir
Rata2
°t tera
Skala
BJ
1
24
24
24
15
15
1.032
2
23
24
23.5
15
15
1.0134
3
22
22
22
15
15.2
1.0226
4
22
22
22
15
15
1.0132
5
25
24
24.5
15
15
1.013
6
22
21
215
15
15
1.0137
7
24
24
24
15
15.2
1.0032
8
23
23
25
15
15
1.0134
Hasil perngukuran dari kelompok 5 :
a  : 25° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)* 0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)- (25-15) * 0.002         
Berat jenis susu = 1.0150 -0.002
Berat jenis susu =1.013
Berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah  1.013
Description: D:\IMG_20151112_165549.jpg   Description: D:\IMG_20151112_172836.jpg   Description: D:\IMG_20151112_172057.jpg
Gambar 10. Pengukuran suhu dan skala laktodensimeter
Untuk menentukan berat jenis maka perlu diketahui dulu kadar bahan keringnya, semakin tinggi bahan kering maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya begitu pula sebaliknya hal ini sesuai dengan pendapat dari Aksi Agraris Kanisius, 2001). Dimana hasil yang didapat ini adalah termasuk dalam golongan normal, karena untuk susu sapi berat jenisnya diatas 1,027. Ada factor yang mempengaruhi dari BJ susu menurut pendapat dari Bearkley,(2000 ) berpendapat bahwa apabila susu makin encer maka Laktodesimeter akan lebih dalam masuknya ke dalam susu dengan demikian berat jenis susu menjadi turun atau lebih rendah dari pada standar.  
 4.3.2 Pengukuran Kadar Bahan Kering
Tabel 4.  Hasil Pengukuran Bahan Kering
Kelompok
G1
G2
G3.1
G3.2
BK%
1
13.28
15.18
13.35
13.25
11
2
12.12
14.20
12.32
11.42
13.93
3
13.66
14.02
12.82
12.62
13.33
4
13.37
14.32
13.54
13.54
14.78
5
12.12
13.62
11.59
11.28
10.67
6
13.00
14.51
13.17
13.16
10.6
7
11.11
12.56
11.28
11.21
8.94
8
12.43
13.77
11.38
10.57
8.64
Hasil dari pengamatan kelompok 5 :
G1 :  12.12
G2 : 13.62
G3.1 : 11.59 è G3.2 : 11.28
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
                                        = 10.67 % 
Maka kadar bahan kering susu adalah 10.67%

Kadar bahan kering pada susu segar dipengaruhi oleh faktor umur, makanan dan manajemen sapi perah yang baik Kadar bahan kering yang diperoleh praktikan adalah 10.67 % (perhitungan kadar BK ini dapat dilihat dilampiran) . Bahan kering yang terkandung dalam susu merupakan bahan pangan yang sangat penting yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah banyak. Dimana, bahan kering tersebut terdiri dari lemak, protein, laktosa, mineral, enzim, gas, vitamin dan asam (sitrat, format, asetat, laktat dan oksalat).
Dalam tubuh, bahan kering ini sangat berfungsi untuk melaksanakan dan membantu seluruh proses fisiologis tubuh. Salah satu yang penting dari susu adalah laktosa, Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Sifat air susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa. Kadar laktosa dalam air susu dapat dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian laktosa atau susu dapat menyebabkan mencret atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang tidak tahan terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim lactase dalam mukosa usus (Suhendar dkk., 2008).
4.3.3 Pengukuran Kadar Lemak
            Pada pengamatan tidak didapatkan hasil, karena keterbatasan alat, yaitu alat sumbat. Menurut Judkins dan Keener ( 2006 ),  berpendapat bahwa pada prinsipnya penentuan kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak susu dan memiliki kadar lemak 3,7% menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).
            Produk susu dinyatakan rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi apabila dalam susu tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi asam, busuk, tidak segar dan susu menggumpal atau memisah. Untuk produk susu cair, perubahan warna biasanya menunjukkan indikasi awal kerusakan produk, yaitu adanya pertumbuhan bakteri dan peningkatan asam. Produk seperti ini sebaiknya tidak dikonsumsi (Anonimus, 2004).
Description: D:\220px-Butyrometer.jpg
Gambar 11.  Butyrometer
          Menurut Wahyudi (2006), menyatakan bahwa  air susu merupakan  suspensi alam antara air dan bahan terlarut didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak didalam air susu adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air susu. Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega, keju, krim, susu kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak.
Kadar lemak air susu normal adalah antara 3,3 – 3,9%. Ketidaknormalan dikarenakan adanya kerusakan pada lemak susu. Hasil dari pemeriksaan kadar lemak pada praktikum bernilai dibawah nilai standar, jadi susu segar maupun susu simpan telah mengalami kerusakan pada lemak susu (Ressang dan Nasution, 2004).
Persentase lemak susu bervariasi antara 2.4 % - 5.5 %. Lemak susu terdiri dari atas trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (fatty acid) melalui ikatan – ikatan ester ( ester bonds). Asam lemak susu berasal dari aktivitas mikroba dalam rumen ( lambung ruminansia ) atau dari sintesis sel sekretori. Asam lemak disusun rantai hidrokarbon dan golongan karboksil ( carboxyl group ). Sala satu contoh dari asam lemak susu adalah susu butirat ( butirat acid ) berbentuk asam lemak rantai pendek ( short chain fatty acid ) yang akan menyebabkan aroma tengkik ( rancid flavour ) pada susu . Ketika asam butirat ini dipisahkan dari gliserol dengan enzim lipase.
Bentuk lemak di dalam air susu merupakan butir yang di sebut globuler. Besar kecilnya butir lemak ditentukan oleh kadar air yang ada di dalamnya. Makin banyak air, maka makin besar globuler dan keadaan ini di khawatirkan akan menjadi pecah. Bila globuler pecah, maka air susu di sebut pecah. Air  susu yang pecah tidak dapat dipisahkan lagi krimnya, dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan makanan.
Kandungan lemak bervariasi antara 3-6 persen (berat basah) yang dalam susu berbentuk globula lemak yang bergaris tengah antara 1-20 mikron, biasanya dalam setiap mililiter susu mengandung kira-kira 3 milyar butiran lemak. Sekitar 98% - 99% lemak susu berbentuk trigliserida, yaitu tiga molekul asam lemak yang diesterifikasikan terhadap gliserol sedangkan lemak yang berbentuk digliserida dan monogliserida masing-masig terdapat sekitar 0,5% dan 0,04 %. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lemak terdapat dalam 3 tempat, yaitu di dalan globula, pada membran material dan di dalam serum. Secara kuantitatif lemak tersusun oleh 98% - 99% trigliserida yang terdapat dalam globula lemak, 0,2% - 1,0% fosfolipida yang terdapat dalam membran material dan sebagian di dalam serum. Sisanya adalah sterol, yang kandungannya berkisar antara 0,25% - 0,40%.
Butiran lemak cenderung memisah dan timbul pada permukaan yang merupakan suatu lapisan. Bagian lemak ini disebut krim dan cairan susu yang terdapat di bawahnya disebut skim. Bagian lemak tersebut dapat terpisah dengan mudah karena berat jenisnya kecil. Karena mempunyai luas permukaan yang sangat besar, maka reaksi-reaksi kimia mudah sekali terjadi dipermukaan perbatasan lemak dengan mediumnya.
4.3.4 Pengukuran Kadar Bahan kering Tanpa Lemak
            Bahan kering tanpa lemak adalah bahan kering dalam susu yang telahdikurangi dengan lemak susu yang disingkat dengan BKTL. BKTL terdiri atas protein, laktosa, mineral, asam (sitrat, format, asetat, laktat dan oksalat), enzim (peroksidase, katalase, fosfatase dan lipase), gas (oksigen dan nitrogen), dan vitamin (Vitamin A, C, D,tiamin dan riboflavin).
            BKTL dapat dicari dengan mengetahui kadar lemak terlebih dahulu, sayangnya penentuan kadar lemak gagal diketahui karena kekurangan alat dan bahan sehingga dalam praktikum tentang komposisi susu ini, kadar BKTL tidak diketahui, jika komponen  makanan yang tersebut diatas tidak ada lagi ataupun dalam jumlah yang sangat sedikit, maka susu tersebut dapat dikatakan dalam keadaan rusak yang sangat besar kemungkinannya disebabkan kesalahan pengelolaan susu mulai dari peternak sampai kepada pengolahnya, hal ini sesuai dengan pendapat Ressang dan Nasution (2000), yang menyatakan bahwa kerusakan air susu terjadi apabila telah menunjukkan penyimpangan yang melebihi batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasanya digunakan.
            Kerusakan bahan makanan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: yaitu pertumbuhan dan aktifitas bakteri, aktifitas enzim, pemanasan atau pendinginan, parasit, serangga, tikus, sinar, udara dan lama penyimpanan. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran bakteri dalam susu meliputi faktor peyakit dan faktor perlakuan seperti: alat yang digunakan tindakan sanitasi dan pemberian pakan sapi.
 4.3.5 Pemeriksaan Mikrobiologi Susu
            Praktikum mikrobiologi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mutu susu segar yang baik. Gusriyanti (2006),  menyatakan bahwa mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja. Untuk dapat mengetahui mikroba yang terdapat didalam susu, dibutuhkan media yang steril. Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan (Fendrikus, 2004).  
            Praktikum  pemeriksaan mikrobiologi susu secara tidak langsung dengan metode hitungan cawan meliputi dua cara, yaitu dengan metode tuang dan metode sebar/permukaan. Menggunakan natrium agar mempunyai alasan yang mendetail dalam prktikum ini, yaitu kita belum mengetahui sepenuhnya jenih dan jumlah dari bakteri yang terdapat pada susu. Natrium agar adalah media yang baik utuk pertumbuhan mikroba , karena agar dapat menjadi sumber makanan bagi bakteri baik bakteri pathogen maupun nonpthogen.
            Mozes (2001),  berpendapat  bahwa metode hitungan cawan yaitu metode tuang dan sebar merupakan metode paling sensitive dalam menetukan jumlah mikroba karena hanya sel yang hidup yang di hitung. Menurut Siregar (2000), bahwa untuk menghitung jumlah mikroba yang hidup dalam susu dengan cara ditumbuhkan dalam media agar sehingga dapat langsung dilihat.

Tabel 5.  Hasil praktikum Mikrobiologi susu
Metoda
Pengenceran
Jumlah Koloni
Jumlah mikroba (koloni/ mL)
Tuang
107
128
12.8 x 106
108
136
13.6 x 107
109
178
17.8 x 108
Sebar
107
122
12.2 x 106
108
62
6.7 x 107
109
67
6.2 x 108
            Sesuai dengan pengamatan dari tuang, semakin banyak pengenceran yang dilakuan semakin banyak jumlah mikroba yang dapat terhitung yaitu dari pengencer 107  didapat hasil 12.8 x 106, dari pengencer 108  didapat hasil 13.6 x 107 dan dari pengencer 109  didapat hasil 17.8 x 108.
            Pengamatan dari sebar atau permukaan, hasilnya sama dengan pengamat dari metode tuang dimana semakin banyak pengenceran yang dilakuan semakin banyak jumlah mikroba yang dapat terhitung yaitu dari pengencer 107  didapat hasil 12.2 x 106, dari pengencer 108  didapat hasil 6.7 x 107 dan dari pengencer 109  didapat hasil 6.2 x 108.
            Dari praktikum penghitungan mikroba susu dapat dilihat bahwa jumlah dari mikroba secara tuang jauh lebih banyak yang dapat terhitung dibanding metode sebar atau  permukaan. Hal ini sesuai pendapat  Fardiaz, (2003). yang menyatakan bahwa Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop
            Farmansyah (2003),  mengatakan bahwa Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu: Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
4.4 Pemeriksaan  Palsuan Air Susu
            Air susu merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak ditambahkan sesuatu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Komposisi air susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya.bahan lain.  
            Pengertian atau batasan mengenai kata ”susu” adalah susu hasil perahan sapi-sapi atau hewan menyusui lainnya yang susunya dapat diminum atau dapat digunakan sebagai bahan makanan, yang sehat, secara kontinyudan sekaligus, serta padanya tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain.
Tabel 6. Hasil pengamatan pemeriksaan palsuan air susu
Pemeriksaan
Hasil
Pembuktian penambahan air
BJ= 1.0124
BJ =1.0063
Pembuktian Penambahan santan secara mikroskopik
Hetrogen (tampak globula/butir dari lemak nabati atau santan lebih besar)
Pembuktian penambahan pati
Secara Kimia
Secara Mikroskopik

Kuning (negatif)
Ada butiran (Positif)
4.4.1  Pembuktian Penambahan Air
            Pada Pembuktian Penambahan Air ini cara kerja (metode) adalah sebagai berikut: terlebih dahulu pembuktian penambahan air kedalam susu di lakukan melalui pengukuran berat jenis. Berat jenis normal susu bertkisar antara 1,0280-1,0320. dengan penambahan air atau whey, maka berat jenis akan turun.
            Penambahan air pada susu merupakan cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada kasus pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 (SNI 01-3141-1998), maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan air. Susu yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada susu (Anonim, 2000).
            Sampel susu yang dicampur air akan menurunkan berat jenis serta titik beku susu akan mendekati 0 (nol). Selain itu, dengan menambahkan air pada susu maka akan menurunkan kadar lemak, protein dan kadungan bahan keringnya. Dan hasil yang kami peroleh yaitu berat jenis air susu murni yaitu 1,063 dan saat penambahan air di lakukan maka berat jenisnya berubah menjadi 1,010.
            Dan pada praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa susu tersebut telah terjadi penambahan air. Hal ini dapat diketahui oleh berat jenis susu tersebut adalah 1,010. Maka hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Partodihardjo (2003) yang berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu, maka berat jenis, kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati 0 ( nol ). Hal ini dipertegas oleh Muhammad  (2001),  yang mengatakan bahwa apabila terjadinya penambahan air pada susu akan mengakibatkan berat jenis dan kadar lemaknya menjadi menurun sehingga mengakibatkan kualitas susu menjadi berkurang.
4.4.2 Pembuktian Penambahan Santan
            Kadar lemak susu mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari lemak nabati. Santan memiliki kandungan lemak nabati yang tinggi dimana bentuk dan ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi pencampuran dari kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan meningkat. Setelah dilihat pada mikroskop pada perbesaran 10x dan 45x maka terlihat butir lemak nabati lebih besar dari buti lemak susu. Jika cairan santan dicampur dengan susu akan megakibatkan lemak susu yang dicampur santan menjadi heterogen yang berupa terlihatnya lemak nabati yang berukuran lebih besar jika di lihat dibawah mikroskop.


Tabel 6.  Hasil Pembuktian Penambahan Santan
Campuran
Hasil
Susu murni
Homogen
Susu murni + Santan
Heterogen
            Hasil yang didapat pada saat pembuktian penambahan santan secara mikroskopik adalah terlihat butir-butir lemak nabati lebih besar dari pada lemak susu.  Hal ini sesuai dengan pendapat Mazer, R.T (2004),  yang menyatakan bahwa air susu yang dihasilkan melalui suatu proses sekretarit sejati air susu awal pemerahan mengandung lemak kadar rendah. Kadar lemak susu tersebut mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari lemak nabati. Dan dipertegas oleh Parrokasi, A.(2003),  yang menyatakan santan memiliki kandungan lemak nabati yang tinggi dimana bentuk dan ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi pencampuran dari kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan meningkat.
            Bersihkan gelas objek lalu teteskan satu tetes susu dan tutup dengan gelas penutup lihat dengan pembesaran objektif 10X dan 45X. Tampak dibawah mikroskop butir-butir lemak susu homogen, sedangkan butir-butir lemak nabati lebih besar dari lemak susu.
4.4.4  Pembuktian Penambahan Pati
            Pada Pembuktian Penambahan Pati secara Kimia ini cara kerja (metode) nya adalah sebagai berikut: terlebih dahulu masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung reaksi, tambahkan 0,5 ml asam asetat. Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring kedalam filtrate teteskan 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka warna filtrate menjadi biru. Bila berwarna kuning artinya negative. Apabila berwarna hijau reaksi diragukan.
            Pada praktikum yang telah dilakukan didapat hasil pada tabung reaksi 1 dimana susu ditambahkan pati ,asam asetat dan larutan lugol setelah dipanaskan susu berubah warna menjadi biru sedangkan pada tabung reksi 2, susu yang tidak ditambahkan pati tetapi ditambahkan larutan lugol warnanya menjadi kuning. Hal ini terjadi karena tidak ada penambahan pati. Secara mikroskopik pun tampak butir-butir amilum yang ditandai dengan inti yang konstan pada tabung ketiga.
            Maka hal tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (2002) yang mengatakan bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila warna kuning berarti negatif . Dan juga sesuai dengan pendapat dari Brody (2002), yang menyatakan bahwa dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi tersebut dipanaskan.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang diperoleh setelah melaksanakan praktikum Produksi Ternak Perah ialah Ternak perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu melebihi kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu.
            Susu didefenisikan sebagai susu sapi yang tidak dikurangi atau ditambahi sesratu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus. Susu ini merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang. Penyusun utama susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin.
            Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya. Dalam praktikum ini dilakukan pemeriksaan mulai dari Anatomi Alat Pencernaan Ruminansia kecil, Pemeriksaan Kesegaran Susu, Komposisi Susu, Mikrobiologi susu dan juga Pemeriksaan Pemalsuan Susu. Pentingnya dilakukan praktikum tersebut, agar kita mengetahui bagaimana susu yang baik dan juga ilmu yang diperoleh dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
5.2 Saran
            Pada saat praktikum berlangsung untuk para praktikan agar dapat lebih meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akan cepat selesai dan menggunakan peralatan laboratorium dengan hati-hati dan teliti sehingga dapat digunakan lagi untuk masa yang akan datang dan juga sebaiknya, praktikan harus memperhatikan saat asdos menerangkan agar mudah memahami apa yang disampaikan. Praktikan harus menjaga ketenangan pada saat praktikum berlangsung, agar suasana praktikum jadi nyaman. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset.    Yogyakarta.
Anonimus, 2004.  Penuntun Kesehatan Masyarakat Veteriner (susu, daging dan     telur). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Arora,  2005. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Bali, 2011. Laporan Mingguan Produksi Ternak Perah. http://jahtera- awesome -    blogspot.co.id/2013/11/laporan-praktikum-produksi-ternak-perah.html           (Selasa, 1 Desember 2015).
Bastianelli dan Bas, 2002. Pertumbuhan Dan Produksi Susu Sapi  Perah. IPB        press.   Bogor  
Bearkley (2000 .Sistem Pencernaaan Ternak Ruminansia. Gadjah Mada     University Press.         Yogyakarta.
Biologigonz, 2010 Pengantar Peternakan Di Daerah TropisYogyakarta; Gajah    Mada   university press.
Blakely, 2001. . Ilmu  Peternakan .  Gadjah  Mada  University  Press.  Yogyakarta 
Brody, 2000. Komposisi  Susu.  Gramedia  Pustaka.  Yogyakarta  .
Buckle, 2003. Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press.  Yogyakarta.
Dudee , 2009. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.        
Fardiaz, 2002. Hasil-Hasil Olahan. http://rinaartiwi.blogspot.co.id/2011/10-
            Produksi ternak dan hasil olahan susu.html  (Selasa, 1 Desember 2015)
Fardiaz, 2003. Penghitungan Jumlah Mikroba yang Terdapat pada Susu.    Yogyakarta : UGM Press
Farmansyah, 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Fazri, 2002. Pertumbuhan Dan Sapi Perah: http://rinaartiwi.blogspot.co.id/2011    -/10- hasil olahan -susu.html. (Selasa, 1 Desember 2015)
Frandson .2002. Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press. 
            Yogyakarta
Gregorius, 2001. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset.             Yogyakarta. 
Gusriyanti, 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press 
Hadiwiyoto, 2005. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.
Jaser. 2000. Pembudidayaan Ternak Perah . Cv. Yasaguna. Jakarta  
Judkins and Keener.2006.  Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2
            ED. Academic Press.  New  York.
Kanisius, 2001. Macam – Macam Olahan Susu. Penerbit Penebar Swadaya.           Jakarta.
Mazer, R.T 2004. Pertumbuhan Dan Sapi Perah: http://rinaartiwi.blogspot.co
            .id/2011 -/10- hasil olahan -susu.html. (Selasa, 1 Desember 2015)
Melly, 2011. Ternak Ruminansia. Fakultas peternakan . Universitas Andalas.         Sumatera Barat.
Mozes, 2001. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.
Muhammad, 2001.  Composition of milk . Nottingham: Nottingham University       Press.
Parrokasi, A 2003. Pembudidayaan Ternak Perah . Cv. Yasaguna. Jakarta
Partodihardjo .2003. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan
            Institut Pertanian Bogor.
Rachmawan, 2001. Dairy Handbook. Alfa Laval Dairy and FoodSweden.
Nasution ., Ressang  2000. Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2.        ED.Academic. Press.  New  York.
Nasution ., Ressang  2004. Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2.ED.             Academic Press.  Academic Press.  New  York.
Sarwono, 2003. Rumen Mikrobiology. Nottingham: Nottingham University Press.
Setyohadi, dkk., 2003. Penuntun Kesehatan Masyarakat Veteriner (susu, daging    dan      telur). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala.           Banda Aceh.
Shiddieqy, 2008. Evaluating the role of animal feed in food safety:  Perspectives
            for action. Proceeding of the International Workshop on      Food  Safety   Management in Developing Countries. CIRAD-FAO,       Montpellier,  France. p. 11-13.
Siregar, 2000. Analisis Nutrisi  Susu.  Gadjah  Mada  University  Press.     Yogyakarta.
Soemarno. 2004. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.  
 Sudono, 2000. Teknik Uji Mutu  Susu  dan  Olahannya .Liberty.  Yogyakarta 
Sudono,  2005. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.
Suhendar. Y., W.I. Dadang, T. Mardi, S. Riyanto, I.R. Palupi dan O. Sucahyo,      2008.  Pasca Panen Lalai Kualitas Susu Terbengkalai. http://       Nadias- iswana.blogspot.co.id/2013/12/-produksi-ternak-     perah.html       (Rabu,             2 Desember 2015)
Wahyudi, 2006. Nutrition Of Milk. New York: Academic Press
Yamamoto, 2004. Analisis Nutrisi Susu.  Gadjah  Mada  University  Press.             Yogyakarta
           


LAMPIRAN
1. Lampiran dokumentasi
Description: D:\me\IMG_20151022_150606.jpg      Description: D:\cow_rumen.jpg      Description: D:\cow_reticulum.jpg  
Anatomi Pencernaan Kambing            Rumen                             Retikulum
Description: D:\IMG_20151129_143918.JPG      Description: F:\IMG_20151129_143823.JPG      Description: IMG_20151105_155903.jpg
                Omasum                      Abomasum                 Uji kekentalan air susu
Description: IMG_20151105_155214.jpgDescription: IMG_20151105_160345.jpg           Description: IMG_20151105_155522.jpg
          Uji didih                             Uji  Reduktase dengan biru metilen
Description: F:\Download\IMG-20120422-00509.jpg   Description: D:\IMG_20151112_165549.jpg   Description: D:\IMG_20151112_172836.jpg   Description: D:\IMG_20151112_172057.jpg
 Laktodensimeter, pengukuran suhu dan skala laktodensimeter
Description: D:\220px-Butyrometer.jpg    Description: D:\IMG_20151112_165350.jpg    Description: D:\Biologi smtr 1\IMG_20151203_143004.JPG    Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJfD54mhjmyTdiJoAoMb8VhhmFOP-JGnwCxzLxDpkgdjOWaSFHymPzFcjuXuUDLh0ITkQHiNMhazCVHFfST4E6goymh5RCpBpzeYF97fKBVnPbrHS4HTO2FDj4Hz8jFs2HpeKePc0YAxXN/s1600/2.jpg
    Butyrometer              Cawan porselen         Pengenceran           Mesin Portex
Description: D:\3.jpg  Description: D:\Biologi smtr 1\IMG_20151203_142745.JPG  Description: D:\Biologi smtr 1\IMG_20151203_142847.JPG  Description: D:\Biologi smtr 1\IMG_20151203_142820.JPG
Cawan petri              peptone water        coloni counter               incubator
          Description: D:\Biologi smtr 1\IMG_20151203_142801.JPG
pemeriksaan palsuan susu dengan penambahan satan (kanan) dan pati  (kiri)
 2. Lampiran perhitungan
 A. Perhitungan Berat Jenis Susu
Hasil perngukuran dari kelompok 1 :
a  : 24° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)* 0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)- (24-15) * 0.002         

Berat jenis susu =1.0132       
Hasil perngukuran dari kelompok 2 :
a  : 23° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)* 0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)- (25-15) * 0.002         
Berat jenis susu =1.0134
Hasil perngukuran dari kelompok 3 :
a  : 22° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0152
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :
Hasil perngukuran dari kelompok 4 :
a  : 22° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :
Hasil perngukuran dari kelompok 5 :
a  : 25° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
 Hasil perngukuran dari kelompok 6 :
a  : 22° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 6 adalah :
Hasil perngukuran dari kelompok 7 :
a  : 24° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 7 adalah :
Hasil perngukuran dari kelompok 8 :
a  : 23° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 8 adalah :
B. Perhitungan Kadar Bahan Kering Susu
Hasil dari pengamatan kelompok 1 :
G1 : 13.28
G2 : 15.28
G3.1 : 13.45 è G3.2 : 13.25
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 1 adalah :
                                        = 11% 
Hasil dari pengamatan kelompok 2 :
G1 :  12.12
G2 : 14.20
G3.1 : 12.32 è G3.2 : 11.42
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 2  adalah :
                                        = 13.93% 
Hasil dari pengamatan kelompok 3 :
G1 :  13.66
G2 : 14.02
G3.1 : 12.82 è G3.2 : 11.62
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :
                                        = 13.33 %
Hasil dari pengamatan kelompok 4 :
G1 : 13.37
G2 : 14.32
G3.1 : 13.54 è G3.2 : 13.54
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
                                        = 14.78 % 
Hasil dari pengamatan kelompok 5 :
G1 :  12.12
G2 : 13.62
G3.1 : 11.59 è G3.2 : 11.28
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
                                        = 10.67 % 
Hasil dari pengamatan kelompok 6 :
G1 :  13.00
G2 : 14.51
G3.1 : 13.17 è G3.2 : 13.16
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 6 adalah :
                                        = 10.6%
Hasil dari pengamatan kelompok 7 :
G1 :  11.11
G2 : 12.56
G3.1 : 11.28 è G3.2 : 11.21
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 7 adalah :
                                        = 8.94 % 
Hasil dari pengamatan kelompok 8 :
G1 :  12.43
G2 : 13.77
G3.1 : 11.38 è G3.2 : 10.57
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 8 adalah :
                                        = 8.64 % 
C. Perhitungan mikrobiologi susu

a. metode tuang

faktor 107
Koloni per  ml  = 128 x
                          = 128 x 107
                                  = 12.8 x 106
faktor 108
Koloni per  ml  = 136 x
                          = 136 x 108
                                  = 13.6  x 107
faktor 109
Koloni per  ml  = 178 x
                          = 178 x 109
                                  = 17.8 x 108

b. metode sebar/ permukaan
  faktor 107
Koloni per  ml  = 122 x
                          = 122 x 107
                                  = 12.2 x 106
faktor 108
Koloni per  ml  = 67x
                          = 67 x 108
                                  = 6.7  x 107
faktor 109
Koloni per  ml  = 62 x
                          = 62 x 109
                                  = 6.2 x 1





3 komentar:

  1. How to open a casino in Oklahoma - Oklahomacasinoguru
    Oklahoma's 넥스트벳 first casino is now open to the 넥스트 벳 general public. mlb 분석 The two 썬시티 casinos are the Casino 가입시 꽁머니 사이트 of the Ozarks Casino in Perryville,

    BalasHapus
  2. Casino Bonus & Slots - DrmCD
    No Deposit 삼척 출장마사지 Bonuses For All 대구광역 출장마사지 Casinos — Casino Bonus & Slots. We list and rate 여수 출장안마 the 대전광역 출장샵 best casino bonuses, free spins, and other offers 남양주 출장안마 for the best casino

    BalasHapus
  3. Woori Casino Login - Play on Mobile or Desktop
    The https://octcasino.com/ Woori Casino App will worrione be available at Woori Casino on a mobile or desktop basis. To play poormansguidetocasinogambling on 출장안마 our mobile or desktop, you can also play with your desktop งานออนไลน์ browser,

    BalasHapus